Isu Ekspor Ganja: Di Antara Nasib dan Takdir Geopolitik

Ada falsafah dari Timur Tengah, “Barang siapa kenal dirinya maka akan kenal Tuhannya”. Maknanya, Tuhan itu “tujuan” bagi semua makluk dalam arti organisme yang lahir, hidup, berkembang, menyusut dan mati. Maksud filosofi tadi, siapa mengenal Tuhannya identik tercapai tujuannya. Tetapi, tanpa kenal diri (geopolitik), bagaimana sampai ke Tuhan (tujuan negara) yaitu masyarakat adil dan sejahtera?

Hal-hal di atas, itu sebuah analogi pada satu sisi, sedang di sisi lain, jika tanpa upaya pemberdayaan (takdir) geopolitik, apabila tidak kenal takdir geopolitik sendiri, justru dapat menimbulkan ironi bahkan paradoksal. Misalnya begini, negeri dengan garis pantai panjang kok malah impor garam? Negeri agraris bercurah hujan tinggi kok impor cabe-cabean, bawang-bawangan, dan lain-lain.

Kembali ke isu ganja ekspor, sering kita melihat pembakaran ladang ganja puluhan bahkan ratusan hektar oleh para pihak yang berkompeten tanpa mampu memetik manfaat dari takdir geopolitik Aceh yang tekstur tanahnya memang subur untuk ganja. Apakah selama ini rezim (sistem dan serangkaian aturan) melawan takdir geopolitik sendiri? Menanam ganja, lalu membakarnya.

Seandainya dibentuk BUMD Khusus Ganja di Aceh, misalnya, untuk keperluan ekspor dan industri farmasi, itu yang disebut dengan istilah pemberdayaan takdir geopolitik. Awalnya mungkin timbul pro kontra di publik. Itu keniscayaan dan wajar. Dan mutlak harus dibuat UU tersendiri soal ekspor ganja dan farmasi. Hal ini bukan berarti melegalkan ganja seperti di Belanda, atau di Amerika dan seterusnya. Bukan. Akan tetapi, hal itu merupakan ujud dan bentuk pemberdayaan (takdir) geopolitik yang melekat pada negara ini.

Demikianlah pengayaan perspektif publik berbasis pisau geopolitik.

Terima kasih ..

M. Arief Pranoto, Direktur Program Studi Geopolitik dan Kawasan Global Future Institute (GFI)

(SUMBER)