Jenderal (Purn) Ikut Aksi Demonstrasi

Ahli-ahli sosiologi dalam perspektif Durkhemian, Marxian dan Interaksi Sosial menjelaskan bagaimana perjalanan individu dalam konteks sosial. Memakai Durkheim, kita melihat lingkungan militer dalam kehidupan GN seumur hidupnya membuat perspektif GN dalam melihat situasi terikat pada lingkungan tersebut. Misalnya, GN secara tegas meyakini bahwa Komunis dan Komunisme adalah ancaman sentral di Indonesia. Hal ini sesuai dengan realitas lingkungan militer yang melihat Komunis sebagai ideologi paling berbahaya. Khususnya ketika pada tahun 1965, banyak jenderal jenderal yang dibunuh Komunis kala itu.

GN berbeda dengan pemerintah ketika rezim Jokowi melakukan berbagai deislamisasi, baik secara keras dengan kriminalisasi ulama, maupun propaganda media, Gatot malah berkali2 membuat langkah berlawanan, a.l. mengundang Ustad Abdul Somad ke Markas TNI, mengadakan pengajian 1000 hafiz/hafizah di Mabes TNI dan melakukan nonton bareng film anti Komunis (G/30S PKI).

GN bukan saja memperlihatkan kedekatannya pada ulama, namun GN juga meyakini bahwa Indonesia ini hanya akan aman dan besar kalau utamanya NU dan Muhammadiyah bersatu.

Lalu bagaimana GN melihat oligarki alias penguasaan asset-asset negara di tangan cukong2? Menariknya, dalam pidato GN di Tugu Proklamasi, dia mengutuk oligarki ekonomi yang berlindung “dibalik” ketiak konstitusi. Gatot malah menginginkan sila kelima Pancasila tentang keadilan sosial dijalankan dengan sungguh2. Di sini, analisa Durkhemian yang strukturalis harus digeser pada teori interaksi sosial, di mana struktur dan agen sama kuatnya berpengaruh. Sebagai agen (tokoh), GN mempunyai “free will” dalam hidupnya, di mana dia bermaksud mengubah struktur atau lingkungan atau sistem.

Di sini pula lah pertanyaan Jumhur Hidayat terjawab, bahwa meskipun Gatot hidup sepenuhnya dalam lingkungan militer, namun dia ingin demokrasi tidak dipermainkan. GN marah dengan demokrasi yang dipermainkan itu, sehingga dia meninggalkan kenyamanannya sebagai orang sukses, kembali mau berdemonstrasi, dengan resiko.

Penutup

Mengapa Gatot Nurmantyo mau ikut demo kemarin di Gedung Sate? Bukankah dia mantan Jenderal bintang 4 asli (bukan seperti banyak bintang empat kehormatan?) dan mantan Panglima TNI yang hidupnya nyaman? Apakah dia “post power syndrome”?