Jika Ahok Bebas, Rakyat Yang Kecewa Akan Lakukan Boikot dan Pembangkangan Massal

gdeEramuslim.com – Konsep pembangkangan sipil atau civil disobedience pertama kali dikenal ketika filosof Amerika lulusan Harvard bernama Henry David Thoreau pada tahun 1846. Thoreau mengkampanyekan menolak membayar pajak pada pemerintah, sebagai bentuk protes terhadap penggunaan penerimaan pajak yang memberikan kontribusi dalam mendukung perbudakan. Meskipun akhirnya dipenjara, pembangkangan sipil Thoreau membuka mata publik Amerika, mengapa seorang warga negara mematuhi hukum yang diciptakan oleh Pemerintah padahal mereka percaya bahwa hukum itu tidak adil.

Dalam kasus penistaan agama oleh Ahok, yang sampai saat ini belum ditahan meskipun sudah jadi tersangka, publik dalam hal ini mayoritas warga negara beragama Islam, melihat dengan jelas dan gamblang bahwa banyak pihak yang melindungi dan mendukung Ahok. Mulai dari aparat negara, pemimpin parpol, tokoh-tokoh ormas dan LSM, dan pengusaha yang kebanyakan keturunan Tionghoa, bahkan media massa nasional. Keyakinan publik bahwa mereka dianggap secara terbuka mendukung Ahok ditunjukkan dalam caci-maki di media sosial dan banner-banner yang digunakan dalam berbagai aksi massa.

Maka ketika Ahok belum juga ditahan, kekecewaan umat Islam diarahkan kepada pihak-pihak yang dianggap melindungi dan mendukung Ahok. Kekecewaan yang tadinya dalam bentuk kata-kata kini menjadi kemarahan dalam tindakan, yaitu boikot.

Aksi boikot yang telah terjadi seperti terhadap layanan jasa antar on line Grab, produk makanan (roti) dan sebuah media (stasiun) televisi. Boikot umat Islam kepada pihak-pihak itu dalam sekejap menjadi viral di media sosial. Seketika itu juga kini disadari, baik oleh umat Islam sendiri maupun pihak-pihak di luar gerakan boikot ini, bahwa ternyata aksi boikot umat Islam sangat cepat dan kuat dalam menyatukan sikap masyarakat dan berdampak parah pada pihak-pihak yang diboikot.

Kesombongan dari kekuasaan yang bersetubuh dengan uang para taipan ternyata tak mampu melawan rasa keadilan sebagian besar masyarakat. Kesombongan bersama teman-temannya yaitu keangkuhan dan kesewanang-wenangan, lupa bahwa umat Islam tidak selamanya tidak berdaya melihat kedzaliman. Boleh jadi 90% ekonomi dikuasi oleh hanya 10% orang kaya, tetapi bukan berarti uang bisa mengatur semua rencana busuk para taipan.

Terbukti uang tidak lagi punya harganya, ketika lebih dari 5 juta umat Islam berkumpul di aksi Bela Islam 212. Ini adalah keyakinan jihad, bahwa apapun yang terjadi selama menuju dan kembali ke rumah setelah aksi 212 semua dilakukan demi membela agama. Semua peserta aksi 212 merasakan kekuatan Ilahi hadir dalam dirinya yang mengantar mereka menuju perjuangan suci.

Kekuatan bathin yang ilahiah inilah yang membuat aksi 212 berjalan dengan damai, tanpa kekerasan. Meskipun demikian bukanlah berarti damai dan tanpa kekerasan ini lemah dan tidak mampu melawan kekuatan besar yang melindungi dan mendukung Ahok. Aksi boikot yang telah terjadi dan menjadi viral di sosial media adalah buktinya.

Aksi boikot adalah suatu tindakan untuk tidak menggunakan jasa atau membeli produk atau berurusan/berhubungan dengan pihak tertentu sebagai bentuk protes. Dalam kasus penistaan agama oleh Ahok, aksi boikot dapat berkembang menjadi pembangkangan sipil, jika negara berlarut-larut tidak menangkap Ahok. Apalagi membesaskan Ahok.

Ketika semua pintu-pintu demokrasi rakyat ditutup sementara rakyat tidak mempunyai kekuatan fisik, kelembagaan dan finansial untuk memperjuangkan keadilan, dan di satu sisi rakyat juga belajar betapa sangat ditakutinya boikot umat Islam, maka sangat mungkin boikot umat Islam akan berkembang menjadi pembangkangan sipil. Bentuk pembangkangan sipil yang sangat ditakuti penguasa adalah menolak membayar pajak dan mogok kerja nasional.

Ahli filsafat John Rawls dalam A Theory of Justice (1971) menjelaskan bahwa pembangkangan sipil untuk menyuarakan rasa keadilan sebagian besar masyarakat, akibat tidak dihormatinya suatu pendapat yang sifatnya prinsipil dalam kerangka sosial dan kesetaraan. Secara teoritis pembangkangan sipil terjadi pada suatu tatanan masyarakat di mana warga negara mengakui dan menerima legitimasi konstitusi, namun di dalamnya terjadi suatu tindakan ketidakadilan yang serius.

Dalam kenyataan, pembangkangan sipil sudah banyak dilakukan. Di Syria sepanjang 2011, AS bulan Agustus 2011, China tahun 2000-an, Myanmar 2007, Thailand 2010 dll. Apakah pembangkangan Sipil akan terjadi di Indonesia dalam konteks kasus penistaan agama? Perlu diingat oleh Pemerintah, dalam beberapa peristiwa pembangkangan sipil di beberapa negara, selanjutnya diikuti dengan tumbangnya rezim penguasa. Apalagi jika boikot dan pembangkangan sipil didasari dengan semangat membela agama. Karena umat Islam percaya, hanya kehendak Allah yang menyatukan dan menggerakkan jutaan hati hamba-NYA serta mengatur seluruh kebutuhannya.

Penulis: Gde Siriana (Soekarno Institute for Leadership)

(kl/ts)