Jokowi Bisa Jatuh Digoyang Maumere

Eramuslim.com

by M. Rizal Fadillah

Presiden Jokowi digoyang ke kiri dan ke kanan gara gara kerumunan di Maumere Nusa Tenggara Timur (NTT). Peristiwa ini lagi ramai dibicarakan masyarakat.

Bahkan ada beberapa elemen masyarakat yang melaporkan Presiden Jokowi ke Badan reserse Kriminal (Bareskrim) Mabes Polri.

Merujuk pada kasus kerumunan Habib Rizieq Shihab (HRS) saat kepulangan dari pengasingan di Arab Saudi , maka Presiden Jokowi secara hukum layak diproses berdasarkan pelanggaran protokol kesehatan (Prokes) yang diatur dalam UU Nomor 6 tahun 2018 tentang Kekarantinaan Kesehatan.

Dari sisi hukum, menjadi taruhan untuk Jokowi dan HRS yang sama sama menjadi pesakitan, atau keduanya lepas dari ancaman pelanggaran UU Kekarantinaan Kesehatan.

Untuk lepas, maka tentu saja yang dipakai alasan bahwa kerumunan bukan pelanggaran pidana. Tetapi hanya pelanggaran administrasi, sebagaimana HRS terkena denda Rp. 50 juta oleh Pemprov DKI Jakarta.

Hukum yang diperalat politik mulai menjadi “senjata makan tuan”. Maksud hati menghabisi HRS dengan UU Kekarantinaan Kesehatan. Eh, sekarang giliran Jokowi yang malah terancam pelanggaran yang sama.

Serupa dengan UU ITE yang dimaksudkan untuk menghabisi lawan-lawan politik, kini justru para buzzer rupiah peliharaan Istana yang jor-joran melanggar UU ini.

Terpaksa muncul gagasan untuk merevisi UU ITE sebagai proteksi dan antisipasi kepada para buzzer rupiah yang selama dipelihara oleh Istana.

Kapolri juga diperintahkan untuk membuat pedoman menerima laporan polisi yang tidak asal-asalan di Polres dan Polda di seluruh Indonesia.

Intinya, yang boleh melapor hanya pribadi yang merasa dirugikan. Terus bagaimana dengan yang sudah terlanjur ditahan di berbagai penjara kepolisian selama ini?

Goyang Maumere, lagu dan tari yang dapat membuat kejatuhan. Jokowi sedang bergoyang sederhana, tetapi berdampak secara sistemik. Mulai kerumunan lalu proses pidana dan Presiden pun dihukum.

Penghukuman ini menjadi alasan untuk memberhentikan berdasarkan Pasal 7 A UUD 1945. Sekurang-kurangnya dikategorikan sebagai perbuatan yang tercela.