Keadilan Sosial dan Kematiannya: Sebuah Catatan Akhir Tahun

Eramuslim.com -KELUHAN Said Aqil Siradj beberapa hari lalu tentang matinya keadilan sosial, disampaikan beliau pada acara haul leluhurnya di Cirebon, dihadapan puluhan ribu massa kaum Nahdatul Ulama (NU).

SAS memperkuat keluhan yang sama yang beberapa tahun belakangan ini disampaikan Habib Rizieq Sihab. Keduanya mewakili mayoritas ummat Islam di Indonesia, yang artinya juga mewakili mayoritas rakyat Indonesia.

Dalam pidatonya tersebut, SAS menyampaikan bahwa oligarki (kapitalis) mengambil hampir semua kesempatan ekonomi di tanah air dan tidak menyisakan rakyat kebanyakan, kecuali sebagai penonton dan “kuda tunggangan” dalam peraihan kekuasaan.

Habibi Rizieq, berbeda dengan SAS, langsung mengarahkan istilah oligarki pemilik modal ini dengan sebutan 9 naga. Atau menurut Christian Chua, sebagai China kapitalis. Karena faktanya oligarki modal di Indonesia tidaklah berbeda dengan Cina kapitalis tersebut.

Apa yang disampaikan SAS ini telah diteliti Professor Amy Chua, Yale University, dalam “World on Fire”, 2003, yang menyebutkan demokratisasi dan free market ekonomi yang masuk ke negara-negara seperti Indonesia, di mana etnik minoritis menguasai ekonomi, membuat jurang ketimpangan semakin dalam. Chua meneliti puluhan negara, di Asia, Afrika dan Amerika Latin.