Kembali Ke Fitrah Orde Reformasi

eramuslim.com

By Jaya Suprana

PADA hari Kamis, 21 Mei 1998, Presiden Soeharto memutuskan untuk berhenti dari jabatan sebagai Presiden Republik Indonesia.

Pelengseran diri Pak Harto disambut antusias bahkan euforia oleh para pendukung Orde Reformasi menggantikan Orde Baru demi menyambut era demokrasi di masa depan yang diharapkan jauh lebih baik.

Orde Reformasi

Akibat sudah jenuh menghadapi segenap angkara murka korupsi, kolusi, nepotisme, otokrasi, demagogi, ingkar janji, fitnah serta iming-iming demokrasi yang dijanjikan Orde Reformasi maka saya mendukung gerakan Reformasi untuk menggantikan rezim Orba.

Setelah nyaris 23 tahun berlalu, mari kita simak kenyataan pada negeri kita masa kini.

Ternyata demokrasi yang dihadirkan Oref juga mendemokrasikan korupsi!

Di masa Oref korupsi bukan dilakukan oleh pejabat tertentu tetapi terbagi secara merata ke seluruh jajaran hirarki kepemerintahan dari yang teratas sampai ke yang terbawah.

Hanya beda bahwa di masa Oref, ambang batas jumlah dana yang dikorupsi makin membengkak sehingga minimal harus dalam nominal triliunan.

Di masa Oref demokrasi tidak pro kebebasan berpendapat akibat penguasa makin sensitif terhadap kritik sehingga rumah tahanan dan penjara diparati mereka yang berani mengkritik penguasa.

Kebebasan berpendapat ditasirkan sebagai kebebasan menghina dan memfitnah terutama oleh para buzzer dan influenser yang secara profesional mencari nafkah dengan menghina dan memfitnah pihak yang tidak disukai oleh pembayar menghina dan memfitnah dengan gelora semangat maju tak gentar membela yang bayar.

Di era Oref para parpol dibiarkan untuk mencari dana masing-masing secara mandiri sehingga serta merta para parpol menjadi mesin pencari uang untuk diri sendiri masing-masing.

Sistem parpol cari uang dengan sendirinya menghadirkan sindroma money-politisitis yang secara dahsyat menggairahkan korupsi di kalangan mereka yang memberhalakan duwit bukan sebagai alat namun justru tujuan mengabdikan diri kepada negara, bangsa dan rakyat.

Pada kenyataan DPR adalah DPP sebagai akronim Dewan Perwakilan Parpol.