Misteri Sosok Abu Tholut

Pada Jumat sore tanggal 11 Juli 2003, ada berita heboh tentang penggeledahan sebuah rumah yang diklaim polisi sebagai markas Jamaah Islamiyah (JI). Lokasinya di jalan Sri Rejeki 7/2 Semarang Barat. Selain menangkap empat tersangka, di situ ditemukan senjata api, bahan peledak, dan berbagai dokumen yang disebut polisi sebagai dokumen JI.

Kapolri waktu itu, Jenderal Pol Da’i Bachtiar didampingi Kapolda Jateng Irjen Pol Didi Widayadi memimpin penggeledahan rumah di Semarang itu. Menurut Polda, temuan ini yang pertama kali dan terbesar. Termasuk temuan 2 ton bahan peledak dan ratusan pucuk senjata.

Polisi pun menyatakan bahwa temuan besar itu adalah buah dari pengakuan seorang tersangka yang bernama Mustofa, alias Panatayuda, dan alias Abu Tholut. Pria yang saat itu berusia 42 tahun itu sebelumnya ditangkap polda Metro Jaya di Jakarta, tiga hari sebelum penggeledahan di Semarang. Sejak itu, nama Abu Tholut pun membuat heboh negeri ini bersamaan dengan gencarnya propangada terorisme Amerika dan Australia pasca peledakan bom Bali tahun 2002.

Putusan Pengadilan untuk Abu Tholut
Berbeda dengan kelakuan Densus 88 yang main bunuh, polisi waktu itu hanya menangkap. Termasuk, menangkap seorang yang bernama Mustofa alias Abu Tholut juga empat orang lainnya.

Delik penangkapan Abu Tholut tergolong berat: tersangka anggota JI yang terus gencar dipropagandakan Amerika sebagai orang paling jahat di muka bumi, dugaan tindakan terorisme, dan kepemilikan senjata. Berdasarkan pengakuan empat tersangka lain dalam Berita Acara Pemeriksaan atau BAP, Abu Tholut semakin kuat terjerat dengan tiga delik persangkaan itu.

Sidang pengadilan pun akhirnya bergulir di pengadilan negeri Jakarta Timur. Secara maraton, media massa dalam dan luar negeri terus menerus merekam pengadilan orang yang menghebohkan karena keberadaan maskas JI dan tumpukan senjata dan bahan peledak terbesar yang pertama kali digeledah polisi.

Setelah beberapa kali persidangan yang melelahkan itu, akhirnya keputusan pengadilan pun dibacakan. Dan putusan inilah yang akhirnya menjadi hal yang sangat tidak menarik untuk mereka yang haus dengan proyek propaganda terorisme. Karena saat itu, Abu Tholut dinyatakan tidak terbukti sebagai pelaku teroris. Dia hanya terjerat sangkaan kepemilikan senjata api secara ilegal.

Keputusan pengadilan yang sangat menghebohkan ini adalah tidak adanya bukti-bukti yang mengarah ke tuduhan itu. Dan empat orang saksi yang tercantum dalam BAP Abu Tholut tiba-tiba mencabut kesaksian mereka. Empat orang itu mengaku kalau mereka disiksa dan dipaksa oleh pihak-pihak tertentu untuk memberikan pengakuan palsu tersebut.

Vonis pun dijatuhkan pada Abu Tholut. Pada tanggal 11 Mei 2004, Pengadilan Jakarta Timur memutuskan vonis penjara delapan tahun untuk Abu Tholut dipotong masa tahanan sebelum eksekusi vonis. Tapi, Abu Tholut didampingi pengacaranya melakukan banding ke Pengadilan Tinggi DKI Jakarta. Setelah bandingnya ditolak, pada 9 Agustus 2004, Abu Tholut resmi menjadi penghuni LP Cipinang.

Karena berkelakuan baik selama dalam penjara, Abu Tholut beberapa kali dapat remisi atau potongan masa tahanan. Total remisi sekitar enam tahun. Akhirnya, pada 27 Agustus 2007, Abu Tholut dibebaskan bersyarat. Ia bebas berdasarkan surat keputusan Menteri Hukum dan HAM Nomor XVI.4100.PK.04.05 THN 2007, tertanggal 13 Agustus 2007.

Siapa Abu Tholut

Nama aktivis Islam yang kerap memakai nama sandaran anak ketiganya yang bernama Tholut ini, sebenarnya bernama Imron Baihaqi. Seperti dikisahkan adik perempuan Abu Tholut, Kusniati, dalam beberapa wawancara dengan media massa, sebenarnya sudah berjanji kepada keluarga untuk tidak mau lagi disangkut pautkan dengan gerakan-gerakan semacam yang disebut Amerika sebagai JI.

Sejak keluar dari penjara, ayah tujuh anak ini mencoba untuk berwiraswasta. Di antaranya, ia berdagang sandal, pupuk hewan, dan lain-lain. Masih penuturan dari Kusniati, abangnya kerap menjadi buah kekhawatiran sang isteri.

Isteri Abu Tholut merasakan trauma yang begitu dalam pasca penangkapan suaminya pada tahun 2003 lalu. Setiap kali ada berita penangkapan teroris, isteri Abu Tholut selalu kontak Kusniati tentang keberadaan suaminya.

Mendapati kekhawatiran itu, Abu Tholut selalu meyakinkan isterinya bahwa ia masih sibuk dalam wiraswasta pupuknya. Tapi, kekhawatiran sang isteri akhirnya meledak ketika beberapa bulan lalu, diberitakan bahda Densus 88 menembak dua tersangka teroris, yang satu di antaranya berinisial M. Ternyata, polisi meralat pemberitaan itu. Dan, isteri Abu Tholut pun berhasil diyakinkan sang adik. Sang adik diminta isteri Abu Tholut untuk mengecek nasib abangnya di kantor polisi.

”Aduh, jangan sampai terjadi apa-apa dengan Abangmu. Anak ketujuh ini sebentar lagi mau lahiran,” begitu kira-kira ucapan isteri Abu Tholut kepada Kusniati. Benar saja, pada kasus perampokan Bank CIMB Niaga, lagi-lagi polisi menghubung-hubungkan itu dengan sosok Abu Tholut yang menurut polisi sebagai DPO.

Pemberitaan dan berbagai isu tentang siapa pelaku teroris Medan pun berseliweran. Anehnya, banyak yang mengaku pakar intelijen dan pejabat negara yang hanya bersumber dari katanya dan katanya, langsung menuduh Abu Tholut sebagai pelaku teroris.

Padahal, belum ada putusan pengadilan yang menyatakan bahwa ia seorang teroris. Belum ada kesaksian yang kredibel apa pun yang menyatakan bahwa ayah tujuh anak berusia 50 tahun ini layak diburu oleh satuan pasukan elit polisi yang bernama Densus 88. mnh/berbagai sumber

foto: tempo