Kudeta di Tumapel

Eramuslim.com – MALAM sudah larut. Langit kehitam-hitaman. Bahkan, beberapa bagian hitam kelam. Awan pun sudah sangat tua, seakan tak mampu lagi menanggung beban begitu berat.

Tinggal menunggu waktu, awan melepaskan hujan ke bumi. Angin terus bertiup, menggesek dedaunan, menarik-narik batang bambu dan menimbulkan suara berderit. Menyayat.

Cuaca malam itu, sangat tidak bersahabat. Malam murung, seakan sudah merasakan akan datangnya sebuah tragedi. Tragedi yang tidak hanya akan mengoyak kehidupan tetapi juga mengawali sejarah baru wilayah Pakuwon Tumapel. Yakni, sebuah pakuwon di sebelah timur Gunung Kawi.

Tumapel berada di wilayah yang dahulu bernama Kutobedah—sekarang bernama Kalurahan Kotalama, Kecamatan Kedungkalang, Malang (B Suprapto: 2015) —sebenarnya pakuwon kecil saja. Namun, karena dahulu menjadi pusat pemerintahan Jenggala, maka Tumapel meski pakuwon kecil, memiliki makna penting.

Sang Akuwu —sebenarnya hanya pejabat di atas buyut atau kepala desa, jabatan terendah dalam pemerintahan di zaman Kerajaan Kediri— Tunggul Ametung, sudah masuk Bilik Agung. Rasa puas yang menguasai hatinya—berhasil memukul mundur pasukan Kediri dan akan memiliki anak dari permaisurinya yang cantik jelita anak Mpu Purwa, Ken Dedes —menjadi obat tidurnya. Tunggul Ametung tertidur pulas.

Tiba-tiba hujan turun begitu deras. Pintu langit yang gelap seakan terbuka, dan air tertumpah semuanya. Di tengah guyuran hujan deras itu, terdengar teriakan dan raungan Ken Dedes dari Bilik Agung.