Kutuk Jadi Batu

Kembali pada kutuk mengutuk. Tentu, bila benar, siap dikutuk jadi batu itu ungkapan sompral. Sebagaimana sompralnya La Nyalla Mattalitti soal hasil Pemilu di Madura. Lehernya dipertaruhkan dan ditagih oleh masyarakat Madura. Dulu Ruhut soal potong kuping, Annas gantung di Monas. Mubahalah Gus Nur kontennya adalah kutuk mengutuk. Di bawah Al Qur”anul Kariim. Rosulullah, SAW  pernah berdoa agar kaum yang menipu dan zalim yaitu Ri”lan, Dzakwan,  serta “Ushayyah dilaknat oleh Allah SWT (HR Bukhor-Muslim). Nah betapa mengerikan jika Allah mengutuk atau melaknat kaum yang tak jujur dan adil (zalim) tersebut.

Kutuk menjadi batu. Bisa hati membatu, yang sudah tak bisa diingatkan apa-apa lagi. Merasa benar saja apa yang dikerjakan. Wajah yang membatu, tak ada rasa malu atau sesal atas segala  keliru.  Dan tentu saja kepala batu, menjadi angkuh berani menantang sana sini. Lupa bahwa manusia itu bisa khilaf, lupa, dan berdosa. Jika sudah membatu seperti ini sadar atau tidak  sinyal kutukan sedang berjalan. Hanya Allah yang tahu akan ketetapan akhir.
Betapa bahaya bermain-main dengan hukum Ilahi.

Kita hidup bukan di zaman batu, tapi serba modern. Karenanya perilaku politik kita pun jangan seperti kaum primitif. Hanya bermodal kekuasaan dan kekuatan fisik, bukan nalar dan kecerdasan. Mendahulukan pengerahan pasukan ketimbang pengaruh dan akal budi. Berfikir pendek merebut, mengambil, dan menindas ketimbang memberi dan simpati. Hukum rimba diberlakukan. Moral dikesampingkan.  Yang penting menang walau dengan segala cara. Manusia menjadi Srigala atas manusia lain. Presiden adalah Raja, Panglima menjadi algojo, Penasihat adalah dukun-dukun jahat. Dalam politik primitif rakyat dianggap sebagai budak. Dipaksa dan dibohongi, ditindas dan dihancurkan martabatnya.

Jika KPU dikutuk jadi batu. Komputer menjadi batu. Yang diinput batu. Makan batu. Kencing pun batu. Presiden yang ditetapkan dan diumumkan adalah batu.
Selamat jadi Kepala Negara, wahai Kodok Batu..!.

Penulis: M. Rizal Fadillah (Mantan aktivis IMM), Bandung, 27 April 2019 (*)

(Sumber)