Madam Dan Pak Lurah, Keluarlah!

eramuslim.com

Oleh:M. Rizal Fadillah

LUAR biasa korupsi di negeri ini seakan menjadi warna pemerintahan Jokowi. Mulai kasus Jiwasraya hingga lobster dan bansos pandemi terus menghiasi pernak-pernik dunia perampokan uang negara.

Sudah masuk stadium tinggi hingga tinggal menyisakan dua pilihan yaitu amputasi atau mati. Amputasi menteri dan “perdana menteri” atau negeri yang dibiarkan mati.

Madam Dan Pak Lurah, Keluarlah!

“Madam” dan “anak Pak Lurah” pun muncul dan terdeteksi menjadi bagian dari bancakan dana bansos yang bersumber dari “ngutang” luar negeri. Kedua profil manusia misterius tapi tercium menyengat ini masih tersembunyi dengan bantahan sana-sini.

Putra Pak Lurah teriak tak memberi rekomendasi, “tak ada bukti” katanya. Sementara partai sang Madam juga “menolak dulu” terlibat korupsi bansos.

Sesungguhnya makin terbongkar borok PDIP karena dari 1,9 juta paket bantuan, yang dikutip fee kisaran 10 ribu hingga 100 ribu per paket oleh Juliari mantan Mensos hanya 600 ribu paket, sedangkan 1,3 juta paket yang diduga menjadi jatah dua anggota DPR Fraksi PDIP Herman Hery dan Ihsan Yunus “kutipan fee”-nya adalah untuk Madam tadi.

Analisis berdasarkan teori konspirasi sebenarnya Madam itu sedang berhadap-hadapan dengan Pak Lurah. Saling serang, beradu pengaruh dan sandera.

KPK adalah alat Pak Lurah untuk melumpuhkan dan menyandera PDIP. Kasus-kasus bansos menjadi alat untuk memukul Mak benteng dan pasukannya.

Sementara pertahanan Madam yang efektif adalah penyerangan kepada anak Pak Lurah melalui penguatan tali jeratan keterlibatan korupsi dana bansos yang sama “goody bag”.

Dukungan penuh “bantuan” PDIP untuk sukses Walikota adalah kartu truf yang dapat dimainkan. Skandal bansos yang mungkin bergeser menjadi skandal banpol.

Konflik sosial dan politik kubu Madam dan Pak Lurah dalam kasus bansos melalui Kemensoso ini nampaknya kelanjutan dari perseteruan antara keduanya pada kasus Jiwasraya yang diobrak abrik “Madam” Kejagung dengan kasus Harun Masiku yang diusut KPK-nya “Pak Lurah”.

Konflik tersembunyi antar geng di lingkungan kekuasaan ini menarik dan bukan tak mungkin akan membesar dan melebar. Rakyat tentu sudah merasa muak dengan korupsi uang dan kekuasaan yang membuat seolah-olah negara ini hanya milik mereka semata.

Di tengah hiruk pikuk korupsi, persekongkolan dan penyanderaan politik inner circle, kebijakan represif disiapkan bahkan dijalankan. Pembungkaman oposisi, pembunuhan politik, Perpres ekstrimisme, Pamswakarsa, Komcad, hingga Polisi Maya terus dikonsolidasikan. Otoritarianisme mulai dibangun.