Masalah Kartu Kredit Dan Laba Pertamina: Menggugat Peran Ahok Dan Presiden Jokowi!

Namun sejak April 2020, kebijakan baku yang telah berjalan rutin dilanggar. Selama 2020, harga BBM tetap merujuk pada Kepmen ESDM No.62K/2020 yang terbit 28 Februari 2020 (harga minyak dunia sekitar 60 dolar AS/barel).

Padahal, harga minyak dunia turun sangat signifikan, terutama periode Maret hingga Juli 2020 (harga terendah: April 2020, 20 dolar AS/barel!).

Harga rata-rata 2020 turun sekitar 9 persen dibanding 2019 (51 dolar AS vs 59 dolar AS per barel).

Akibat pelanggaran pemerintah di atas, konsumen BBM Indonesia periode April-Juli 2020 membayar lebih mahal sekitar Rp20 triliun, dan selama tahun 2020 sekitar Rp 30 hingga 35 triliun.

Artinya, tanpa mengecilkan peran karyawan/manajemen, Pertamina bisa untung Rp 15 triliun adalah berkat subsidi dari konsumen BBM (BBM Penugasan dan terutama BBM Umum).

Maka sangat absurd dan manipulatif kalau banyak pihak, termasuk pakar-pakar, membuat pernyataan hiperbolis dan puja-puji tentang keuntungan Pertamina, termasuk membandingkan dengan kerugian miliaran dolar AS yang dialami sejumlah perusahaan migas klas dunia.

Malah “keuntungan” tersebut diklaim pula sebagai prestasi Ahok. Padahal untung tersebut dapat diraih setelah mengambil hak konsumen BBM sekitar Rp 30 hingga 35 triliun!

Keuangan Pertamina memang berdarah-darah akibat pemerintah antara lain membebani biaya subsidi puluhan triliun Rp (periode 2017 hingga 2019) demi pencitraan politik, pembayaran signature bonus Rokan inkonstitusional, pembelian crude domestik berharga tinggi, inefisiensi pembelian blok-blok migas luar negeri, dll.

Akibatnya, 2020 Pertamina terancam gagal bayar.

Untuk menolong, maka keluarlah kebijakan harga BBM yang tidak turun. Rakyat menjadi korban untuk mensubsidi Pertamina, yang nyaris default gara-gara kebijkan pemerintah.

Ahok dan Presiden Jokowi sangat berperan menentukan kinerja dan survival Pertamina. Banyak masalah dituntut untuk diperbaiki.

Hal-hal tersebut meliputi konsistensi penegakan aturan/hukum, pejabat yang tidak qualified, hubungan kerja komisaris-direksi bermasalah, keuangan dan kinerja yang mendesak diaudit, BUMN yang jadi objek pencitraan politik dan perburuan rente, dll.

Presiden Jokowi pun dituntut memperlakukan BUMN sesuai konstitusi, bebas kepentingan sempit dan sebagai The Real President, mampu menertibkan atau mengganti setiap pejabat untuk bekerja sesuai aturan dan tupoksi.

 

Marwan Batubara

Penulis adalah Direktur Eksekutif Indonesian Resources Studies (Irres). [RMOL]