Matinya Ide Perdamaian Obama?

Friedrich Nietszche seorang filsuf Yahudi, yang pernah terkenal dengan ucapan, bahwa ‘Tuhah telah mati’. Apa yang diucapkan Nietszche itu, tak berbeda dengan yang diucapkan Perdana Menteri Israel, Benyamin Netanyahu, kemarin, yang mengatakan telah mati harapan perdamaian dan terbentuknya negara Palestina. Ini merupakan penolakan tegas gagasan penyelesaian damai oleh Presiden AS Barack Obama yang akan melangsungkan kunjungan ke Israel.

Apa yang digagas Obama menjadi sia-sia. Tak berarti. Kunjungan Obama ke Israel pekan ini tak bermakna apa-apa. Semua yang menjadi perantara politik, termasuk utusan khusus Presiden Obama untuk Timur Tengtah, George Mitchel, hanya akan membuang waktu. Tak akan membuahkan hasil apa-apa, khususnya untuk menciptakan perdamaian di kawasan Timur Tengah. Gagasan perdamaian menemukan jalan buntu. Karena sikap para pemimpin Israel, yang sedikitpun tidak membuka peluang bagi terciptanya perdamaian di kawasan itu.

Sikap para pemimpin Israel, khususnya para pemimpin partai yang sekarang berkuasa di Israel, yang sebagian besar adalah partai-partai aliran kanan, yang konservatif, dan cenderung sangat rasis dan fascis, menolak semua konsesi politik yang memberikan peluang bagi terwujudnya negara Palestina. Netanyahu, Minggu kemarin, secara tegas menyatakan, telah mati harapan perdamaian dan terbentuknya negara Palestina. “Tidak ada hak kembali bagi para pengungsi Palestina. Tidak Yerusalem bagi bangsa Palestina. Tidak ada penghentian pembangunan pemukiman Yahudi di Yerusalem dan Tepi Barat. Tidak ada kedaulatan udara, dan tidak ada kedaulatan pemerintahan Palestina dan lainnya”, ucap Netanyahu. Ini sama dengan membunuh seluruh inisiatif yang ingin dibangun pemerintahan Obama, yang tujuan menciptakan perdamaian di kawasan Timur Tengah.

Netanyahu masih menambahkan pernyataan yang lebih memperburuk situasi dengan mengatakan, orang-orang Palestina tidak memiliki hak sejarah atas tanah Palestina. Orang-orang Palestina di tanah ini (Palestina), tak layak hidup di tempat ini. Tepi Barat telah ditetapkan kitab suci, dan menjadi tanah milik orang-orang Yahudi,seperti diwariskan oleh Nabi Ibrahim, cetus Netanyahu. Inilah respon Netanyahu yang akan bertemu dengan Presiden Barack Obama di Israel pekan ini. Obama akan berkunjung ke Israel, dan melakukan pembicaraan langsung dengan para pemimpin Israel, mengenai sejumlah isu, termasuk masalah isu yang sensitive pembangunan pemukiman Yahudi.

Namun, Obama akan menghadapi tembok ‘karang’ yang pasti menolak gagasan pengehntian pemukiman, karena semua pemerintahan di Israel mendukung pembangunan pemukiman Yahudi. Pembangunan pemukiman itu, tak lain adalah bagina dari proses penjajahan dan pemusnahan penduduk Arab-Palestina. Sebenarnya, menurut hukum internasional semua pembangunan pemukiman Yahudi di Tepi Barat sifatnya illegal. Tapi, kebijakan yang dilakukan oleh pemerintah Israel terus berlangsung, sehingga tindakan ‘illegal’ menjadi sebuah tindakan yang ‘legal’.

Sejatinya, Presiden Obama sudah memahami, esensi persoalan konflik Arab-Israel, yang tidak pernah selesai, karena semua keputusan dan resolusi DK.PBB semua mentah, dan ditolak oleh Israel, dan AS selalu berada dibelakangnya. Visi Presiden Obama menciptakan perdamaian itu, hanya menjadi kata-kata ‘kosong’, kalau Obama tidak berani bersikap tegas terhadap Israel. Apalagi, selama ini Israel telah berhasil mengarahkan semua pemimpin AS, dan tidak ada satupun pemimpin AS, yang sungguh-sungguh menyelesaikan konflik Arab-Israel sampai hari ini. Apakah Presiden Obama cukup mempunyai pengaruh terhadap Netanyahu?

Tuntutan minimal yang menjadi aspirasi kalangan Arab, Israel harus mundur dari pendudukan atas tanah Arab, sejak perang yang terjadi di tahun 1967. Di mana Israel harus mengembalikan Dataran Tinggi Golan, Israel harus mengembalikan tanah pertanian Sheba, Israel harus mengembalikan wilayah Gaza dan Tepi Barat, termasuk Yerusalem Timur. Hal inilah yang pernah dilakukan Menahem Begin dengan Anwar Sadat, yang disebut ‘land for peace’, yang sebenarnya tanah-tanah itu, tak lain milik orang Palestina, yang dirampas Israel.

Tapi, Benyamin tidak mau berbicara tentang negara Palestina yang merdeka, apalagi hak kembali para pengungsi, serta Yerusalem menjadi ibukota Palestina, dan justru yang terjadi sekarang ribuan penduduk Arab diusir dari wilayah itu, dan digantikan oleh penduduk Yahudi. Inilah batu ujian buat Obama. Apakah Obama seorang presiden dari negara adikuasa, atau ia hanya kacungnya Israel? (msi)