Membaca Kembali Orasi Rendra Di Tengah Pandemi: Rakyat Belum Merdeka

Eramuslim.com

Membaca Kembali Orasi Rendra Di Tengah Pandemi: Rakyat Belum Merdeka

DI awal abad 21 tarikh Masehi ini, saya memberi kesaksian.”

Pada suatu waktu di Galeri Cipta Taman Ismail Marzuki (TIM), Selasa, 16 Mei 2000, di hadapan tokoh opisisi Malaysia, Dr. Wan Azizah Ismail, mantan Deputi Perdana Menteri Anwar Ibrahim, aktivis, seniman dan sejumlah tokoh nasional turut hadir menyaksikan penyair, dramawan dan budayawan WS. Rendra membacakan orasi kebudayaan dengan suara yang teatrikal dan menggelegar:

Meskipun Negara Indonesia adalah negara merdeka, nyatanya rakyat Indonesia atau bangsa Indonesia belum merdeka. Adapun para penindas rakyat yang utama adalah Lembaga Eksekutif (Pemerintah), Orde Lama-Orde Baru dan semua partai politik yang ada.”

Teks prolog yang menghentak kesadaran tentang hakikat kemerdekaan dan kedaulatan rakyat ditulis Rendra tak ubahnya seperti menulis pamflet.

Orasi kebudayaan berjudul, “Rakyat Belum Merdeka: Sebuah Paradigma Budaya“, mengkritik tradisi feodalisme yang masih dirawat hingga kini dan menjadikan rakyat sebagai objek eksploitasi kekuasaan yang hegemonik.

Tradisi feodalisme dalam tubuh birokrasi, menurut Rendra dimulai sejak di zaman raja-raja dan kolonialisme Belanda, rakyat adalah kawula atau massa hamba sang raja.

Zaman kolonialisme Jepang adalah barisan massa budak yang harus membantu Dai Nippon dalam perang antar imperialis pada masa Perang Dunia II.

Tidak berhenti di situ, Zaman Orde Lama rakyat adalah massa revolusi dan partai politik. Kemudian di zaman rezim Orde Baru yang didukung ABRI, rakyat hanya dianggap sebagai koor bebek.

Daya kritisnya dirusak dan cara berpikir diseragamkan. Sejak permulaan reformasi sampai kini, kemerdekaan rakyat tidak pernah diperjuangkan secara konkrit dan eksplisit oleh para elit DPR dan MPR.