Meninjau Kembali UUD 2002 Untuk Rakyat Berdaulat

Eramuslim.com – KONDISI perpolitikan kini seperti kehilangan arah. Presiden dengan status dipilih langsung oleh rakyat seperti mendapat mandat besar untuk menentukan arah politik bangsa. Ia bebas memilih pembantunya baik Menteri maupun Wantimpres hingga sejumlah Asisten atau Staf Khusus.

Merancang program pemerintahan, memilih kerja sama ekonomi dengan negara yang diinginkannya, termasuk menyediakan lahan milik negara. Sementara kontrol DPR menjadi terbatas karena DPR adalah representasi partai politik yang sebagian besarnya adalah pendukung presiden itu sendiri. Presiden menjadi lembaga (ter) kuat sebagai konsekuensi dari hasil empat kali amandemen UUD 1945.

Amandemen ketiga dan keempat telah memerosotkan kedudukan MPR dari lembaga tertinggi menjadi lembaga tinggi biasa. Padahal MPR lah yang semestinya membuat arah berbangsa dan bernegara dengan penetapan GBHN-nya. MPR yang menjadi lembaga di mana presiden bertanggung jawab karena MPR adalah “penjelmaan dari kedaulatan rakyat” (vertrattungorgan des willens des staatvolkes).

Kini secara tidak langsung kedaulatan rakyat telah bergeser menjadi kedaulatan presiden meski “diawasi” oleh DPR. Penyimpangan menjadi terbuka ketika presiden dan DPR secara institusional adalah “itu-itu juga”. Suara anggota bisa dimatikan oleh kepentingan partai melalui fraksi. Amandemen telah menempatkan Konstitusi kehilangan kesakralan dan kewibawaan.