Mewaspada Politik RRC Raya

Eramuslim.com – PENGANTAR -Sebagai pengantar tulisan ini saya kutip tulisan saya yang lalu lalu.

MENGAPA SEBAGIAN  ORANG CINA HOBBY “BETERNAK PENGUASA” ? TULISAN INI TAK BERMAKSUD SARA TETAPI LEBIH KEPADA KAJIAN ILMIAH MENGENAI STRATEGI NEGARA CINA DALAM MENANGGULANGI PERSOALAN PENDUDUK MEREKA.

Ini kisah singkatnya:

Lu Bu Wei,  Perdana Menteri Dinasty Qin yg menjadi peletak dasar menyatukan China, bertanya pd papanya:

“Berapa untungnya bertani?” Jawab papanya :  “10 kali lipat”.

“Kalau berdagang emas?”

Jawab papanya lagi:  “100 kali lipat.”

“Oohh kalau membantu seseorang menjadi Penguasa/Pejabat?”

Jawab papanya lagi: “Wah wah tak terhitung untungnya.”

Itu dialog Lu Bu Wei dg papanya pd abad ke 3 SM. Makanya ada Cu Kong ( asal kata Zhu artinya pemilik dan  Gong artinya semacam Datuk/Gelar Kehormatan. Panggilan kehormatan zaman dulu yg membiayai orang2 tertentu menjadi  Penguasa (anggota Parlemen, Presiden, Gubernur, Bupati, Walikota, Kepala Polisi,Panglima Tentara dll).

Jd soal Cu Kong bukan hal baru. Jadi sekarang kita faham mengapa ada Datok Liem Siu Liong di Era Pak Harto, Datok Murdaya Pho di Era SBY atau Datuk Tahir di era Panglima TNI Muldoko.

  1. PERANAN TAOKEH MENDANAI “PILKADA” DI ZAMAN KOLONIAL BELANDA.

Demi menciptakan sistem ketergantungan kalangan Pangreh Praja(Birokrasi/Pemerintah) terhadap pemilik dana, maka diciptakan sistem uang semir dlm pengangkatan  Lurah hingga Bupati.

Dalam buku ‘Sejarah Ekonomis Sosiologis Indonesia’ jilid kedua, terbitan P.N Pradnja Paramita: 1970, Prof Dr. D.H. Burge dan Prof. Dr. Mr. Prajudi (buku yg terdiri dari 2 jilid ini tersedia di Perpustakaan UI Depok, dan bisa diakses oleh siapa saja) menuturkan bahwa seorang calon Lurah  harus memiliki uang 700-1000 gulden.