Mewaspadai Ambisi RRC di Samudera Hindia

Eramuslim.com – China saat ini tengah gencar memperluas ambisi eksplorasi dan eksploitasi mereka untuk sektor sumber daya laut dalam di luar wilayah perairannya terutama di kawasan berjulukan String of Pearls, Samudra Hindia.

Seperti diungkap Dr. Vijay Sakhuja, Direktur Riset ICWA (Indian Council of World Affairs) dalam jurnal berjudul The Maritime Great Game yang diterbitkan IPCS (Institute of Peace and Conflict Studies), lembaga riset Asia Selatan untuk keamanan maritim berbasis di New Delhi, dikutip Selasa (7/3).

Keinginan China mengeksplorasi dasar laut dunia dimulai pada medio 70-an, mereka secara aktif berpartisipasi di PBB memimpin diskusi soal eksploitasi sumber daya laut dalam, namun saat itu belum ada teknologi yang mendukung. Barulah memasuki era 1980, sebuah kapal selam dikirim melakukan survei hidrografi dasar laut.

Pada 5 Maret 1991, China terdaftar di PBB sebagai investor pelopor eksploitasi dasar laut dalam dan segera setelah itu dibentuk departemen bidang eksplorasi dan eksploitasi sumberdaya laut oleh China Ocean Mineral Resources R & D Association atau COMRA.

Berselang sepuluh tahun (2001), mereka memperoleh hak penambangan dasar laut untuk nodule poli-metal yang mengandung unsur mangan, nikel, kobalt dan molybdenum, kemudian di 2002, deposit sulfida poli-metal di barat daya Samudera Hindia.

“Pada tahun 2011, COMRA menandatangani kontrak eksplorasi 15 tahun dengan Otoritas Dasar Laut Internasional atau ISA (International Seabed Authority) untuk pengembangan dan ekstraksi deposit bijih mineral,” tulis Dr. Vijay.

State Oceanic Administration (SOA), sebuah departemen dibawah Kementerian Pertanahan dan Sumberdaya China selama ini pun telah mengembangkan kapal-kapal selam mini berawak (submersible) untuk keperluan riset ilmiah bawah laut yang diberi nama Jialong.

Submersible buatan CSIC (China Shipbuilding Industry Corp.) berserta kapal induknya ini kemudian diekspedisikan ke sisi-sisi terdalam perairan internasional termasuk Samudra Hindia. Sebelumnya, enam aquanaut China (lima pilot dan satu ilmuwan) menjalani pelatihan menyelam laut dalam di Amerika Serikat, namun sekarang pelatihan dipusatkan di Qingdao, provinsi Shandong.

“Agustus 2010, Jialong berhasil mencapai kedalaman 3.700 meter di bawah permukaan Laut Cina Selatan,” ujar penulis buku Asian Maritime Power in the 21st Century, Strategic Transactions: China, India and Southeast Asia ini.

Keberadaan submersible Jialong China di Samudera Hindia patut mendapat perhatian karena tugas utamanya mengumpulkan data geologi, melakukan penilaian sumber daya dasar laut serta merekam keanekaragaman hayati untuk eksplorasi dan pertambangan.

Selain itu, Negeri Tirai Bambu juga memiliki Qianlong 1, kapal selam laut dalam tak berawak yang mampu turun hingga 6.000 meter dpl serta Hailong, kapal selam tanpa awak yang dapat mengambil sampel dari dasar laut.

Namun, dalam mengembangkan eksplorasi laut dalam China sebetulnya masih mengalami kendala pada teknologi ekstraksi dan peralatan, beberapa komponen khusus yang ada di pasar internasional tidak diizinkan dijual ke China lantaran khawatir sensor sub-laut yang sangat sensitif dapat digunakan Angkatan Laut China mengembangkan sistem deteksi bawah air dengan kapal selam.

“Patut diantisipasi bahwa China berpotensi memantau jaringan kabel bawah laut yang membawa hampir 99 persen data digital dunia yang berada di Samudera Hindia. Kabel bawah laut rentan terhadap penyadapan dan di masa lalu, telah ada sejumlah insiden ketika kabel bawah laut menjadi target,” paparnya.

Misal pada tahun 1914, Inggris mengirim kapal untuk memotong lima kabel telegraf trans-Atlantik bawah laut milik Jerman dan pada tahun 1917 komunikasi Jerman dengan Meksiko telah disadap.

Selama Perang Dingin, AS melakukan penyadapan jaringan kabel bawah laut milik Soviet dalam Operasi Ivy Bell (USS Halibut) di Laut Okhotsk untuk menyabotase komunikasi kapal selam Rusia antara Petropavlovsk di Semenanjung Kamchatka menuju markas Armada Pasifik Soviet di Vladivostok.

“The Five Eyes Alliance (AS, Kanada, Inggris, Australia dan Selandia Baru) dirancang untuk menguping jaringan kabel yang menyalurkan sambungan telepon global dan lalu lintas internet,” kata dia.

China mungkin saja memantau aktivitas maritim dan angkatan laut negara lain di Samudera Hindia melalui Jialong. Juga sebaliknya, angkatan laut regional dianggap dapat mengganggu jalur pelayaran bebas China dari Afrika menuju kawasan Teluk. China juga dapat memantau AS, Inggris, Perancis dan aktivitas kapal selam nuklir India dengan mengikuti jejak radioaktif mereka. (kk/akt)