Moeldoko dan Semburan Fitnah

Moeldoko dan Semburan Fitnah

eramuslim.com

By M Rizal Fadillah

MOELDOKO saat berkunjung ke Pesantren Lirboyo Kediri Jawa timur menyebutkan bahwa “faham radikal sudah menyusup di tengah-tengah masyarakat dan lembaga pendidikan. Ini harus kita waspadai karena gerakannya sistematis dan terstruktur”. Perlu klarifikasi ucapan Kepala KSP ini. Sepanjang hal itu bias dan hanya melempar isu saja, maka Moeldoko telah melakukan semburan fitnah.

Semburan fitnah atau konteks politiknya adalah “firehose of falsehood” berasal dari doktrin Pemerintah Rusia. Operasi ini digunakan Rusia tahun 2012-2017 dalam krisis Crimea, konflik Ukraina, dan perang sipil Suriah. Semburan fitnah dilakukan untuk melemahkan perjuangan lawan dengan melakukan kebohongan untuk memecah belah. Ketika timbul ketidakpercayaan sesamanya maka kelemahan itu segera dimanfaatkan.

Serangan masif kepada umat Islam dan institusi keagamaan tentang radikalisme, intoleransi ataupun terorisme jelas membahayakan dan menciptakan iklim yang tidak kondusif. Negara dan para pejabat negara yang terus menyemburkan fitnah adalah pelaku kejahatan sistematis dan terstruktur.

Betapa keji tuduhan yang dilakukan tanpa adanya pembuktian. Negara sebenarnya memiliki perangkat lengkap untuk melakukan tindakan nyata atas sesuatu yang dinilai mengancam. Bukan melempar-lempar isu yang tidak jelas. Apalagi menyasar kepada lembaga pendidikan keagamaan seperti Pesantren.

Nah, agar pemerintah atau negara tidak menjadi institusi penyembur fitnah, maka:  pertama, jelaskan makna atau batasan radikal itu agar menjadi tidak bias dan berbenturan dengan keyakinan atau keimanan. Sepakati batasan tersebut dengan tingkat obyektivitas tinggi. Jangan radikalisme itu dimaknai semata berdasarkan faham atau persepsi subyektif dari Pemerintah.

Kedua, segera buktikan lembaga pendidikan mana yang telah tersusupi beserta langkah yang telah diambil dalam rangka pencegahan atau tindakan terhadap lembaga pendidikan yang telah tersusupi oleh paham radikalisme tersebut.

Ketiga, membuat takut masyarakat dan lembaga pendidikan atas kemungkinan terjadinya penyusupan paham radikal justru merupakan radikalisme itu sendiri. Negara tidak boleh menjadi teroris. Teror bukan bagian dari pendidikan politik rakyat yang sehat.