Mujahid 212: How Democracies Die

Eramuslim.com – KETIKA saya bertanya apakah ada buku menarik yang akan diulas di komunitas KluBuku, salah seorang sahabat Midgardian mengusulkan sebuah buku dengan judul: “How Democracies Die”, yang ditulis oleh Steven Levitsky and Daniel Ziblatt, dua orang ilmuwan politik dari Harvard University.

Seperti biasa jagad KluBuku sontak menjadi ramai, dan saling bertanya di mana bisa mendapatkan bukunya. Sayang bukunya tersedia dalam format digital, dengan harga cukup mahal, hampir seratus ribu rupiah. Tiba-tiba ada seorang dermawan menyahut; saya belikan membership premium (unlimited digital book download) bagi sepuluh orang selama sebulan.

Lalu kami ramai-ramai mengunduh dan membaca buku tersebut. Melihat animo member sedemikian antusias, dan masih ada yang tidak kebagian, mungkin sang dermawan tadi tidak tega lalu berkata; saya buka lagi kesempatan bagi sepuluh orang lagi. Kami member KluBuku hanya bisa mendoakan; jazaakillah khairan. Tulisan ini saya dedikasikan buat sang dermawan tadi.

Sebagai penulis yang sudah menerbitkan buku yang mengkritik habis demokrasi, terus terang saya agak under estimate dengan buku tersebut. Apa masih ada bobrok demokrasi yang belum saya singkap? Tanya saya sedikit congkak. Ternyata saya salah. Buku tersebut membeberkan bobrok demokrasi yang luput dari sonar saya.

Tanpa basa-basi Steven Levitsky and Daniel Ziblatt di bab pendahuluan langsung to the point menceritakan bagaimana demokrasi bisa mati. Dan pembunuhnya bukan para tiran, diktator, apalagi khilafah. Pembunuhnya adalah penguasa yang terpilih dalam sistem demokrasi itu sendiri. It is less dramatic but equally destructive, kata penulisnya.

Mereka membeberkan banyak contoh; mulai dari Chávez di Venezuela, pemimpin terpilih di Georgia, Hungaria, Nicaragua, Peru, Filipina, Polandia, Russia, Sri Lanka, Turki, Ukraina, dan tentu saja AS sendiri, semuanya para pemimpin tadi membunuh demokrasi secara perlahan. Apakah penguasa di Indonesia saat ini termasuk? Mari kita lihat.

Steven dan Daniel mengatakan tidak semua pemimpin terpilih tadi memiliki track record represif dan otoriter. Memang ada yang sejak awal tampak otoriter seperti Hitler dan Chávez. Tapi banyak juga yang awalnya berwajah polos dan lugu, lalu menjadi-jadi setelah memimpin. Steven dan Daniel memberikan semacam litmus test yang bisa kita pakai agar tidak tertipu para pemimpin serigala berbulu domba ini.