Musik Wiski

 

Istana Dostum yang di Kabul itu ditinggalkan begitu saja. Taliban –yang sudah menguasai hampir seluruh wilayah negeri– hari itu memasuki ibukota Kabul dengan mudahnya. Mereka menguasai istana presiden. Tanpa perlawanan sama sekali. Sekejap kemudian Taliban juga menguasai istana swasta milik Dostum.

Kini sebagian pasukan Taliban –dari divisi Salahudin Al Ayubi– menduduki istana Dostum. Itulah divisi yang menjadi salah satu kekuatan militer utama Taliban.

Di taman-taman istana itu terlihat banyak tentara Taliban lagi duduk-duduk. Lengkap dengan teman setia mereka: senjata modern peninggalan Amerika.

Tiga hari lalu wartawan kantor berita Prancis, AFP, diundang Taliban ke istana swasta itu. Sang wartawan diajak tur keliling istana: melihat kemewahannya.

Diperlihatkan juga taman di halaman yang sangat luas. Juga fasilitas apa saja yang ada di rumah besar itu: gym, sauna, bar, dan ruang-ruang mewah di dalamnya.

Tulisan wartawan itu dimuat banyak media di dunia. Tergambar jelas betapa kontras antara kehidupan miskin rakyat Afghanistan dengan kemewahan rumah Dostum. Kontradiksi itulah memang yang ingin diungkap dari mengundang wartawan tersebut.

Semasa pendudukan Amerika memang muncul banyak sekali orang kaya baru di Afghanistan –meski Dostum adalah orang kaya lama. Banyak juga guru bahasa Inggris yang tiba-tiba menjadi penerjemah komandan tentara Amerika. Mereka mendapat penghasilan besar.

Dan itu kurang penting. Yang lebih utama adalah: mereka mendapat kepercayaan dari Amerika. Lalu mendapat proyek besar. Terutama di bidang pengadaan logistik.

Bayangkan, setiap hari Amerika mengeluarkan dana hampir 300 juta dolar AS. Atau sekitar Rp 5 triliun. Sekali lagi: itu setiap hari. Selama 7.000 hari terus-menerus. Semua itu harus dikerjakan oleh swasta. Asing maupun lokal.