Negeri Para Cukong?

Interaksi lapangan politik dengan pertautan kepentingan ekonomi para bandar, membuat pertukaran berlangsung timpang bagi upaya memuat kepentingan publik secara lebih luas.

Kompleksitas relasi yang terjadi, sarat dengan kepentingan pada tema memperoleh serta mempertahankan kekuasaan. Dengan begitu, isu sentral demokrasi terkait aspek kesetaraan, keadilan dan kemanusiaan menjadi marjinal.

Dalam bahasa yang lain, Ward Berenschot dari University of Amsterdam, yang bersama dengan Edward Aspinall merilis hasil penelitian terkait politik uang di Indonesia dalam buku Democracy for Sale, 2019, menyampaikan perlunya reformasi dalam proses politik elektoral.

Temuan dari kajian Berenschot, memperlihatkan bila ongkos politik di Indonesia terbilang besar. Mulai sejak proses kandidasi, proses pencalonan melalui partai politik akan terkait dengan mahar politik, mudah dibaca bila kemudian ukuran kualitas dan kompetensi kemudian terpinggirkan untuk diberikan kepada penawar tertinggi.

Tidak berhenti disitu, bahkan dimulai dari titik penentuan kandidat, sumber daya finansial semakin massif dipergunakan.

Hal ini terhitung secara akumulatif, seperti kebutuhan dana kampanye, persiapan bagi tim pemenangan, biaya saksi hingga mengawal suara hingga putusan final.

Bahkan bukan tidak mungkin, termasuk mempersiapkan dana tambahan untuk bisa menang melalui sengketa pemilihan.

Dengan alur kerja yang sedemikian, maka peran cukong menjadi begitu signifikan.

Pada akhirnya, para aktor politik yang terpilih, tidak bisa melepaskan diri dari pilihan pengambilan kebijakan yang akan memberikan keuntungan dalam regulasi bagi kepentingan cukong.

Bahkan memberikan barter imbalan proyek, secara langsung dari rencana pembangunan daerah.

Demokrasi tanpa Publik

Sekurangnya, ada hal penting yang dapat dibaca dari argumen sederhana atas keterlibatan para cukong dalam sistem elektoral, yakni ruang politik kehilangan ruh demokrasi tentang hajat publik, menjadi wilayah pertarungan jangka pendek segelintir elite. Oligarki berkuasa.

Ranah politik yang lekat dengan pola transaksional ini, membuat pengambil.kebijakan menjadi berbagai persoalan publik.

Rasionalitas investasi lebih mengemuka, kalkulasi untung rugi, dan yang terutama dalam menjamin keuntungan serta posisi strategis kelompok kekuasaan.

Tata kelola kehidupan demokrasi harus segera diperbaiki, bila kita masih berharap akan masa depan. Setidaknya ada tiga hal yang saling terkait dan perlu pembenahan secara bersamaan.

Pertama: penguatan regulasi, sebagai akibat dari lemahnya mekanisme aturan dalam upaya mengeliminir potensi politik berbiaya tinggi.