Nir-Etika: Antara Janji Jokowi dengan Keluhan Sri Mulyani

Dari kalimat Jokowi yang dikutip dari Sri Mulyani tersebut, dapat diduga dari awal, kalau Jokowi tidak serius dengan janjinya. Jokowi tidak peduli apakah janji itu mampu dilakukan atau tidak, tetapi yang pasti ia mengetahui bahwa ia belum mengerti dan tidak mengetahui apa yang dijanjikannya itu.

Akhirnya semua janji kini menumpuk dalam ingatan publik. Bahkan akibat banyaknya janji Jokowi itu, kepala rakyat tidak mampu menampungnya dalam ingatan. TetapI jejak digital Jokowi yang dicatat oleh media tidak bisa terhapus, dan Janji itu sungguh banyak, namun realisasi masih mengawang-awang.

Janji Yang Tidak Ditepati

Apa yang terjadi sepanjang satu periode kepemimpinan Jokowi (2014-2019) dan dilanjutkan dengan periode kedua (2019-2024) kita hanya diberi janji-janji. Rakyat Indonesia sudah kenyang dengan janji itu, hingga sampai memuntahkannya. Salah satu muntahan yang paling mewakili rakyat adalah kata-kata Sri Mulyani yang kita bahas di awal tulisan ini.

Kita patut sedih karena hanya janji yang bisa kita nikmati dari periode pertama, sembari kita melihat kondisi negara yang semakin korup, Sedih melihat ekonomi yang terpuruk. sedih melihat hukum yang dipermainkan, sedih melihat kehidupan rakyat yang hanya dikasih makan janji.

Ada rentetan ketidakmampuan yang memperlihatkan bahwa banyak problem yang terjadi dalam kepemimpinan Jokowi. Ada banyak janji yang diingkari, ada banyak janji dipublik yang terus terang diucapkan demi Elektabilitas kampanye. Setelah menduduki kekuasaan untuk periode kedua janji itu kini janji 2014 benar-benar menjadi utopia belaka.

Dulu tahun 2014 Jokowi berjanji, bahwa Pengangkatan Jaksa Agung tidak akan mengambil orang dari Partai Politik. Janji itu dingkari dimuka pasca dilantik 2014.

Selanjutnya tahun 2014 juga, Jokowi menjanjikan bahwa para menteri tidak boleh dijabat oleh Ketua Umum Partai, diingkari. Rencana yang paling disambut meriah publik untuk membentuk kabinet ramping dan profesional, justru membentuk kabinet dengan porsi yang gabuk dan sarat dengan politik balas budi serta bagi-bagi kekuasaan.