Nir-Etika: Antara Janji Jokowi dengan Keluhan Sri Mulyani

Kabinet ramping, dan pemangkasan birokrasi hanya menjadi apologi semata. Pasca dilantik 2019 birokrasi justru semakin luas. Semua kementrian dibentuk wakil menterinya, bahkan birokrasi kementrian semakin panjang dan besar. Pembentukan badan atau lembaga yang terus dilakukan. Saya menduga Ini adalah politik balas Budi dengan cara yang paling “norak” menurut saya.

Kita juga patut bertanya, bagaimana dengan korban gempa yang dijanjikan dahulu, korban bencana alam seperti di Palu dan NTB? Ingatkah kita ketika gempa dan tsunami melanda beberapa daerah di Indonesia? Jokowi turun ke tempat bencana dengan menjanjikan pembangunan rumah bagi korban. Seperti korban gempa di NTB.

Membangun rumah korban bencana belum selesai, dalam kampanye 2019 muncul lagi janji untuk membangun rumah bagi milenial dan tukang cukur. Apakah rumah Millenial dan tukang cukur sudah terbangun sekarang?

Dari tahun 2014, janji Jokowi sudah menyebar dalam ratusan rupa. Dari mobil ESEMKA hingga ekonomi meroket. Buy back Indosat, hingga janji swasembada pangan. Esemka kini katanya sudah diproduksi tetapi kita belum kenal pasti itu mobil dari mana dan mesinnya berasal dari mana?

Swasembada pangan yang begitu heroik dibicarakan Jokowi setelah 2019 hanya menjadi janji saja. Ada ratusan juta ton beras Impor membusuk akibat nafsu Import. Beras busuk itu dibuang, sementara kehidupan rakyat yang sedang getir menghadapi kelesuan ekonomi.

10 juta lapangan kerja yang dibicarakan 5 tahun lalu sudah diisi oleh semua tenaga kerja Asing, kalau dihitung semua dengan yang ilegal, melebihi 10 juta itu. Begitu teganya hingga anak negeri mengemis cari kerja, tetapi negara memberikan kepada Asing. Semua demi investasi, meskipun negara harus digadaikan.

Persoalan penggangguran yang dikeluhkan oleh Sri Mulyani adalah janji kampanye 2019. Janji untuk menggaji pengangguran itu ternyata hanyalah sebuah jualan kampanye, dan basa basi saja. Tidak ada plan yang dibuat untuk menepati janji itu. Hanya ucapan kampanye saja. Sehingga ini masuk “karang-karang perkataan bohong” sebagaimana yang diatur dalam KUHP.

Mungkin kalau dicatat semua janji Jokowi, maka tidak cukup risalah pendek ini untuk menjelaskan tumpukan janji yang hingga Sri Mulyani pun merasa mules.

 

Hukuman Bagi Kebohongan

Indonesia perlu belajar pada Amerika Serikat tentang pemimpin yang berbohong. Pada Rabu 19 Desember 1999, DPR Amerika Serikat atau The House of Representatives meminta kepada Presiden Bill Clinton melepas jabatannya, karena skandal seksnya dengan Monica Lewinsky yang kemudian dikenal dengan “Skandal Lewinsky”. Clinton dimakzulkan karena dianggap berbohong dalam kasus perselingkuhannya itu.

Apa yang dilakukan Clinton adalah Hal yang sangat bersifat pribadi, tetapi karena ia pemimpin maka berbohong dengan hal sepele itupun diminta untuk dipertanggungjawabkan oleh Parlemen AS.