Obama : Mimpi Buruk Terhadap Pakistan

Pertama : Obama baru menduduki Gedung Putih, tapi sudah dihadapkan pada mimpi buruk, yang akan menghantui pemerintahannya. Presiden AS itu, tidak kawatir menghadapi resesi di negaranya, serta membengkaknya defisit anggaran, yang sudah mencapai 1.75 trilyun dolar, yang belum pernah terjadi sejak tahun 1945, tapi presiden AS, yang masih keturunan Kenya ini, terus terobsesi dengan mimpi buruknya tentang Pakistan dan Afghanistan. Dua negara di Asia Selatan ini, tak henti-hentinya menguras perhatiannya. Sehari sesudah menjadi penghuni Gedung Putih, sudah menghabiskan waktunya, bertemu dengan Kepala Dewan Keamanan Nasional (NSC) Jendral James Jone, membahas situasi keamanan di Afghanistan dan Pakistan. Pakistasn dan Afghanistan sangat menakutkan, buat Presiden Obama, yang harus menghadapinya dengan kekuatan.

Sejak kampanyenya dalam pemilihan presiden yang lalu, sampai ia dilantik dan menempati Gedung Putih, Obama, tak pernah melupakan Pakistan dan Afghanistan. Dua negara ini ia yakini dapat menjadi ancaman global. Bukan lagi Irak. Irak sudah tidak lagi menjadi faktor ancaman. Sekarang pandangan Obama diarahkan ke Pakistan dan Afghanistan. Di Pakistan dan Afghanistan, ia melihat tumbuh suburnya, gerakan ekstrimisme dan fundamentalisme, yang mengancam kepentingan Barat. Di kedua negara di belahan Asia Selatan, ini benih-benih terorisme tumbuh dengan subur. Amerika dan Barat menjadi sangat terkejut dan takut, ketika pemerintahan Pakistan, yang dipimpin Presiden Asif Zardari, yang merupakan suami mendiang Benazir Butho itu, menerima keinginan rakyat di Lembah Swat, memberlakukan syariah Islam. Peristiwa ini seperti ledakan dahsyat, yang membikin para pemimpin Barat, mereka menjadi sangat kawatir (nervous).

Seluruh kampuan militer AS dan Nato, ditumpahkan di Afghanistan, dan disepanjang perbatasan Pakistan dan Afghanistan. Belum lama ini, pertemuan Konferensi Keamanan Dunia, yang berlangsung di Munich (Jerman), para pemimpin negara-negara Nato dan AS, bersepakat menambahkan kekuatan militer ke Afghanistan. Seperti diungkapkan Menteri Pertahanan AS, Robert Gate, bahwa prioritas AS sekarang adalah Afghanistan. Maka, AS akan terus melipat gandakan kekuatan militernya ke Afghanistan, dan AS sudah menambahkan pasukannya ke Afghanistan, sebanyak 17.000 personil. Dan, jumlah personil AS akan terus ditingkatkan, bahkan menurut Departemen Pertahan AS, jumlah dapat mencapai 50.000 personil.

Kedua : Mengapa Pakistan dan Afghanistan menjadi sebuah mimpi buruk bagi Obama? Pertama, Pakistan, memiliki kekuatan militer yang tangguh, dan termasuk memiliki senjata nuklir. Konflik antara Pakistan – India, menyebabkan Islambad, terus melipatgandakan kekuatan militernya, termasuk membuat senjata nuklir. Satu-satunya negara Islam, yang memiliki arsenal nuklir adalah Pakistan. AS dan Israel berusaha menghentikan program nuklir Pakistan, tapi kalangan militer, tak ada yang menerima desakan AS dan Israel, dan Pakistan terus mengembangkan senjata nuklirnya.

Obama, menghadapi mimpi buruk, yang bakal dihadapinya, karena Pakistan, mempunyai sejarah, yang panjang sejak berdirinya, dan berpisahnya negara itu dengan India, dan Islam menjadi sangat mengental dalam kehidupan rakyat Pakistan. Islam memiliki akarnya yang dalam, disebabkan faktor sejarah, yang pasti tidak mereka lupakan konflik dengan orang-orang Hindu, yang mengharuskan mereka membentuk negara sendiri, Pakistan. Namun, sejak invasi Soviet ke Afghanistan, dan di zaman Presiden Jendral Mohammad Zia ul Haq, kekuatan Islam, terus bangkit dan tumbuh, dan menjadi sebuah gerakan yang sangat besr. Di sisi lain, Pakistan tidak selalu dalam kondisi yang stabil.

Perebutan kekuasaan antara sipil dan militer terus berlangsung. Tentu, mimpi buruk Obama, kalau Pakistan jatuh ke tangan kelompok fundamentalis atau yang mempunyai hubungan dengan al-Qaidah, dan mereka merebut fasilitas nuklir Pakistan. Mimpi buruk Obama ini, ikut mempengaruhi kebijakan luar negeri AS, terutama terhadap negeri-negeri muslim, seperti Pakistan dan Afghanistan. Dan, menurut Thomas Rick, yang menyimpulkan bahwa Obama bisa mengalami seperti Vietnam.

Ketiga : di bulan Februari 2006, seorang ahli sejarah militer, Conrad Crane, mengumpulkan 136 ahli, yang membahas situasi perang di Afghanistan. Pembicaraan yang berlangsung focus terhadap masalah Afghanistan, dan rencana pengurangan dan penarikan mundur tentara AS dari Iraq. Kebijakan baru AS di Iraq ini mempunyai implikasi, yang semakin membuat Timur Tengah tidak stabil. Karena pengaruh syiah semakin kuat. Selama ini, Saddam Husien dapat mengakomodasi dan sekaligus menghentikan ambisi kelompok syiah di Iraq, tapi sekarang yang bekuasa di Iraq adalah kelompok syiah. Tentu ini secara geopoliitik semakin bagi kaum syiah, termasuk Iran. Pengalihan tentara AS ke Afghanistan, tidak serta akan membantu menciptakan stabilitas di Afghanistan, dan memperkuat pemerintahan Hamid Karzai, yang sudah sangat lemah dan tidak populer.

Veteran Jendral perang di Iraq, Jendral David Petraeuse, mengakui tidak semua menghadapi pembrontak di Iraq, dibandingkan menghadapi pejuang Taliban. Mereka mempunyai pengalaman perang yang panjang. Dengan Inggris, Soviet, dan India, dan mereka selalu memenangkan perang. David Petraeuse yang sekarang memimpin pasukan gabungan AS-Nato (ISAF), masih terus merumuskan kebijakan yang paling tepat menghadapi Taliban. Selain itu, medan perang yang sangat sulit, berbukit dan sulit dijangkau dengan sarana darat.

Richard Holbrook, yang mantan Dubes AS di PBB, yang ditunjuk Obama, sebagai utusan khusu untuk urusan Asia Selatan (Pakistan dan Afghanistan), mencoba menjajaki dan melakukan pendekatan dengan Islamabad dan Kabul. Belum lama ini, Holbrook, bertemu dengan Presiden Hamid Karzai dan Presiden Asif Ali Zardari, membicarakan kemungkinan kerjasama antara Pakistan, Afghanistan, dan AS, dalam perang menghadapi Taliban dan al-Qaidah. Namun, di Pakistan, Presiden Asif Zardari, tidak mudah mengambil keputusan mendukung sikap AS, karena pemerintah Pakistan juga mempunyai kepentingan dengan kelompok Taliban dan Al-Qaidah, karena kelompok ini mendapatkan dukungan partai-partai Isalm, dan suku-suku yang ada disepanjang perbatasan Pakistan dan Afghanistan. Selain itu, tidak mungkin militer Pakistan, dipaksa untuk terus menerus bertempur melawan Taliban dan al-Qaidah. Karena, militer juga mempunyai hubungan dengan kelompok-kelompok itu, yang sudah dibangun sejak zamannya Jendral Zia ul Haq.

Inilah dilemma yang dihadapi Obama. Mimpi buruk ini, bisa semakin terasa, bila masuk kepentingan Israel, melalui lobby Yahudi di AS, yang memang mempunyai paranoid termasuk kelompok-kelompok Islam, yang menginginkan kemerdekaan dari penjajahan Barat. Di mana sekarang peristiwa yang terjadi di Iraq, Palestina dan di Afghanistan sendiri membuat mereka semakin galau. (m)