Hersubeno Arief: Pak Wiranto, Apa Tidak Ingin Husnul Khotimah?

Eramuslim – MUMPUNG dalam suasana bulan  Romadhan, pertanyaan ini perlu kita ajukan kepada Menkopolhukam Jenderal TNI (Purn) Wiranto.

Dalam Islam seluruh perjalanan hidup seseorang, amal perbuatannya, diukur bagaimana caranya dia mengakhiri hidupnya. Berakhir dengan baik (husnul khoitimah), atau berakhir buruk (su’ul khotimah).

Mana yang akan dipilih oleh Wiranto mengingat perjalanan panjang karir militer dan pengabdiannya di pemerintahan?

Wiranto baru saja merayakan ulang tahun ke 72 (Lahir 4 April 1947). Secara kalkulasi manusia, usianya sudah cukup lanjut. Karir politiknya juga sudah memasuki tahapan akhir.

Bagaimana dia ingin dikenang oleh bangsa Indonesia? Apakah dikenang sebagai orang yang baik. Seorang perwira tinggi militer yang punya andil menjaga demokrasi, menjunjung kebebasan dan hak asasi manusia?

Atau sebaliknya dia akan dicatat dengan tinta buruk dalam sejarah perjalanan bangsa. Terpulang kepada Pak Wiranto sendiri.

Pernyataannya yang mengancam akan men-shutdown media massa,  dan membentuk tim untuk mengamati dan memantau tokoh yang mencaci presiden, menunjukkan tanda-tanda kuat, Wiranto memilih opsi kedua. Opsi mengakhiri karir politiknya dengan buruk.

Kebebasan dan independensi media massa, kebebasan berpendapat menyampaikan pikiran secara lisan dan tulisan, termasuk mengecam presiden yang berkuasa, adalah dua fitur penting dalam sebuah negara demokrasi. Jauh sebelumnya para pendiri bangsa (founding fathers) juga sudah menjaminnya dalam rumusan pasal-pasal UUD 45.