Pasca Syahidnya Osama Bin Laden: Teror Amerika Berlanjut

Oleh: Harits Abu Ulya

(Pemerhati Kontra-Terorisme & Ketua Lajnah Siyasiyah DPP-HTI)

Berita yang sangat menghebohkan dunia, bahkan mengalahkan ekspos pernikahan putra mahkota kerajaan Inggris Willian-Kate; Osama bin Laden dinyatakan tewas dalam sebuah operasi yang dilakukan pasukan Navy Seal Amerika Serikat di pinggiran kota Abbottabad, barat laut ibu kota Pakistan, Islamabad, Senin tengah malam (2/5/2011). Sebagian pihak meragukan kematian Osama dalam operasi itu.Misalkan Komandan Waliur Rahman, seorang komandan Mujahidin di Pakistan, menyatakan bahwa Syeikh Osama bin Laden masih hidup dan berada dalam kondisi sehat, ujar Waliur Rahman dalam statemen video yang ditayangkan oleh forum Islam Ansar, mengutip siaran berita BBC Arab.(3/5/2011). Sebelumnya Tehrik-e-Taliban juga telah membuat pernyataan yang menolak kabar kematian Syeikh Osama bin Laden.

Keraguan beberapa pihak itu wajar, karena AS biasa berdusta kepada publik dunia dalam banyak kasus termasuk isu keberhasilannya mengeksekusi Osama. Seperti pengakuan Paul Craig Roberts, mantan deputi menteri keuangan AS dalam wawancaranya dengan Press TV, berdasarkan laporan Dinas Intelijen AS, Osama Bin Ladin telah tewas pada 2001 lalu dan ini adalah kedua kalinya militer Amerika membunuh Osama (lihat, Republika, 10/5).Akhirnya dari pihak Tandzim Qoidatul Jihad Pusat mengeluarkan pernyataan resminya tentang syahidnya Osama bin Laden (Muslimdaily.net, 9/5/2011).

Beberapa jam setelah keberhasilan operasi tersebut, Presiden Obama berpidato mengumumkan kematian Osama. Obama menyatakan bahwa operasi penyerbuan itu dalam rangka “melindungi bangsa kita dan untuk membawa pihak-pihak yang bertanggungjawab atas serangan biadab ini pada sebuah keadilan.” Obama juga menyatakan, “Malam ini, kita dapat berkata kepada keluarga-keluarga yang telah kehilangan orang yang dicintai karena teror al Qaeda: Keadilan telah ditegakkan.” Bahkan mungkin agar lebih adil lagi perlakuan terhadap jenazahpun harus berbeda (biadab). Mereka (AS) memperlakukan jasad Osama dengan keji dan tidak sesuai syariat Islam. Jenazah Osama dijatuhkan ke laut Arab dari dek sebuah kapal induk Amerika Serikat. Perlakuan yang bertentangan dengan syariat Islam dan nilai-nilai kemanusiaan. Faktanya dalam kasus ini tidak ada udzur syara’ yang membolehkan membuang perlakuan yang semestinya bagi jenazah seorang muslim, dengan di makamkan baik-baik.

Dalam benak kita muncul soal; atas alasan apakah begitu durjananya Obama dengan pasukan Navy Seal-nya halal mengeksekusi seorang Osama? Lantas keadilan model apa yang di maksudkan oleh mereka bangsa imperialis? Dan apakah dengan tewasnya seorang Osama lantas akan menghentikan perang yang selama ini Amerika kobarkan karena alasan War on Terror?

Mari kita belajar obyektif dan jujur, kita wajib katakan tentang fakta sebenarnya tentang ketidak adilan global, dan kedurjanaan bangsa Barat dengan topeng hero-nya yang dengan gagah berani bernafsu menancapkan bendera-bendera “agama suci” mereka yang bernama “demokrasi” dan “kebebasan”, sembari meyembunyikan nafsu meterialis busuk mereka.

Alasan Klise dan Dusta AS

Banyak pihak yang mengkritik tindakan AS, bahwa pemerintah AS telah salah bertindak sebagai polisi, hakim dan pengeksekusi sekaligus.Sekalipun seorang Jaksa Agung AS Eric Holder membela penyerbuan itu sebagai tindakan legal, namun banyak pihak mengoreksi seharusnya cukup Osama di tangkap dan di adili, bukan di bunuh.Mantan Kanselir Jerman Barat Helmut Schmidt menyatakan ;Cukup jelas itu pelanggaran huum internasional. (reuters,4/5/2011). Hal senada juga di lontarkan Mendagri di Berlin (Ehrhart Koerting), dan pakar hukum Internasional Gert-Jan Knoops juga mengkritik seharusnya Osama ditangkap dan di ekstradisi ke Amerika dengan mencontohkan kasus presiden Yugoslavia Slobodan Milosevic yang di seret ke pengadilan internasional setelah ditangkap tahun 2001.Gert menegaskan, Amerika berperang dengan terorisme dan bisa menghabisi musuh-musuh mereka di medan pertempuran, namun secara resmi argument ini tidak bisa dipertahankan.(lihat, detikcom,4/5/2011). Para pemerhati isu HAM juga berkomentar, seperti Reed Brody (penasehat Human Rights Watch) yang berbasis di New Yorks, AS; terlalu dini untuk menyatakan apakah operasi AS itu legal. AS tak berhak melanggar protokol HAM atau hukum internasional meski dengan tujuan untuk membuat dunia lebih aman.

Inilah faktanya, apa kata dunia jika Amerika tidak melanggar HAM? yang selama ini mereka jajakan di negeri jajahannya (khususnya dunia Islam). Maka sesungguhnya tindakan AS terhadap seorang Osama adalah tindakan kriminal, kejahatan dan pelanggaran terhadap hak asasi manusia.Kenapa tidak? Kita semua bisa mengukur realitas yang sebenarnya; banyak masyarakat dunia dipaksa untuk percaya bahwa Osama bin Laden dan jaringan al-Qaedanya bertanggung jawab atas tewasnya 3000 orang di gedung WTC –Padahal hingga kini kebenarannya masih diragukan, karena sejumlah kejanggalan yang ada-. Tidak cukup di situ, Obama dalam pidatonya tanggal 3 Mei lalu juga menyatakan bahwa jaringan al-Qaeda pimpinan Osama juga telah membunuhi muslim secara massal.

Dunia, termasuk kaum muslimin, terus diberondong dengan kampanye kebohongan yang semestinya membuat muak siapa saja yang mengetahui kebenaran. Ketika di awal jabatannya Obama menyatakan akan bersahabat dengan dunia Islam, ia justru mengirimkan 17.000 dari rencana 21.000 pasukan tambahan ke Afghanistan pada tahun 2009. Pasukan AS dan sekutunya bertindak seolah di wilayah mereka sendiri, membunuhi warga sipil dan muslim yang tak berdaya, termasuk anak-anak, wanita dan orang tua di negeri muslim. Pada bulan Mei 2009 misalnya, dengan dingin pasukan NATO membunuh seorang bocah perempuan berusia 12 tahun, melukai seorang wanita dan seorang pria yang tengah berangkat menuju pesta pernikahan di Afghanistan Barat (Republika, 5/5/2009).Di tahun 2008 saja sebanyak 2.100 orang rakyat sipil telah jadi korban. Di tahun 2009 jumlah korban perang Afghanistan meningkat hingga 40 persen. Dalam sebuah serangan pasukan NATO misalnya, tidak kurang 100 warga sipil menjadi korban (eramuslim, 6/5/2009). Menurut hitungan AFP berdasar hitungan resmi dan sebuah laman Internet independen, lebih dari 10.000 orang, sekitar seperlimanya warga sipil, telah tewas akibat kekerasan di Afghanistan hingga tahun 2010 (investor.co.id, 3/1/2011).

Sementara di Irak, kantor berita Al Jazeera, mencatat sekitar 680 warga sipil di Irak, termasuk perempuan hamil dan penderita gangguan mental, tewas terbunuh hanya karena melintas terlalu dekat dengan pos-pos pemeriksaan militer di jalanan yang dijaga pasukan AS dan sekutunya (Kompas, 25/10/2010).Lembaga independen Iraq Body Count (IBC) yang bermarkas di Inggris mencatat jumlah korban sipil akibat kekerasan di Irak mencapai 100.709 – 110.006 orang. Analisis penuh data wikileaks masih bisa menambah angka 15.000 lagi (www.iraqbodycount.org, diakses pada 10/5).

Kalau Osama ‘patut’ dihabisi karena bertanggung jawab atas kematian 3000 orang di AS, yang sampai saat ini pun belum bisa dibuktikan kebenarannya, lalu bagaimana dengan pemerintah AS dan sekutunya yang telah membunuhi puluhan ribuan orang tak berdosa di Irak, Afghanistan dan Pakistan?

Disamping itu, kekejaman pasukan AS dan sekutunya di Irak seharusnya membuat Obama malu mengucapkan kata ‘keadilan’. Sungguh Obama tidak memiliki kredibilitas untuk berbicara tentang keadilan. Pertanyaan yang seharusnya terlontar adalah: kapan kepada keluarga puluhan ribu korban invasi AS dan sekutunya bisa dikatakan “hari ini keadilan telah ditegakkan”?

Kata ‘keadilan’ yang dilontarkan Obama pun di mata para pakar hukum internasional juga dianggap retorika kosong. Bila memang Osama bersalah bukankah seharusnya ada pengadilan yang membuktikannya?

Tapi Amerika Serikat tidak akan pernah mempedulikan kecaman atas tindakan brutal mereka. Karena mereka sudah menjadikan diri mereka sendiri sebagai hukum, hakim sekaligus eksekutornya. AS yang menentukan siapa teroris dan bagaimana cara menghukumnya. Bukan pengadilan internasional apalagi suara dunia Islam.Dunia Islam saat ini hakikatnya melek mata dan pikirannya; keadilan versi AS adalah segala sesuatu yang bisa memuaskan nafsu ekonomi dan kejahatan politiknya, di raih dengan segala cara (dari yang licik hingga cara biadab).

Kebiadaban Amerika tetap berlanjut

Sangat tidak mungkin Amerika akan menghentikan seluruh operasi perangnya di Afghanistan, Iraq dan tempat lainya dengan wafatnya seorang Osama. Amerika bisa membuat lakon “Osama-Osama” baru, semua orang waras mengerti “image building” diperlukan dalam rangka menjaga kontinuitas imperialisme AS dengan judul “warr on terror”. Plus tanpa rasa malu, tidak bisa mempertanggungjawabkan alasan logis penyerangan terhadap pemerintahan Thaliban (waktu itu) dengan alasan memburu al Qoida. Sama halnya hilang rasa malunya AS untuk mempertangungjawabkan kedustaannya atas alasan menyerang Iraq.

AS telah menghabiskan dana US $ 1.3 triliun, menangkap dan menyiksa ratusan orang tanpa pengadilan, dan membunuhi ribuan warga sipil, membuat ketidakstabilan di berbagai wilayah di dunia, dan mendorong sektarianisme yang semuanya dilakukan dengan alasan untuk memberangus al Qaeda dan Osama. Mereka juga tidak takut untuk mengeluarkan uang lebih banyak lagi dan membunuh lebih banyak lagi untuk menunjukkan kepongahan mereka. Pasca kematian Osama, AS akan terus melanjutkan operasi militer brutal dengan dalih war on terror. Maka AS sendirilah yang sebenarnya melakukan aksi teror dengan mengatasnamakan demokrasi dan perang melawan terorisme. Amerika The Real Terroris!

Bahkan para penguasa negeri Islam yang menjadi kacung mereka, akan memfollow up agenda AS dengan seluruh instrument yang dimiliki. Merancang regulasi dan menyiapkan devisi-devisi khusus yang dianggapnya bisa menghantarkan kepada kesuksesan perang melawan terorisme. Lihatlah di negeri ini (Indonesia), paska wafatnya Osama banyak pihak yang paranoid dan bahkan memicu keresahan dalam kehidupan masyarakat karena membuat ramalan Indonesia akan dilanda terorisme. Di bicarakan di banyak forum (termasuk KTT ASEAN baru-baru ini), di hadapan banyak media dan kesempatan bahwa perang melawan terorisme masih berlanjut. Bahkan para penabuh genderang (pengamat) juga menyarankan perlunya UU Subversif di hidupkan untuk memberantas tindak pidana terorisme. Seolah belum cukup dengan UU No 15 Tahun 2003, dan masih kurang dengan RUU Intelijen yang lagi di godok DPR yang sarat dengan nafsu “represif”nya. Sementara ada yang dilupakan bahwa distabilitas politik di dunia Islam terkait erat dengan posisi AS sebagai trouble maker (akar masalah)-nya, dan kegagalan pemerintah menciptakan kesejahteraan dan keadilan serta mengakomodir apa yang menjadi keyakinan dan pemikiran rakyatnya (yang mayoritas Umat Islam). Justru dengan ponggahnya, berjibaku “menyembah” demokrasi, dan dictator atas nama demokrasi merumuskan segala cara untuk menyumbat dan memberangus setiap prospek yang di impikan anak-anak negeri (muslim) ini; Indonesia kedepan lebih baik dengan syariat Islam, setelah terbukti 60 tahun lebih merdeka berdiri diatas sekulerisme dan kapitalisme tidak menghasilkan peradaban dan bangunan kehidupan ekonomi, social, politik yang lebih baik.

Amerika Serikat Musuh Sejati Dunia!

Kaum muslimin tidak boleh tertipu oleh omong kosong perang melawan terorisme dan penegakkan keadilan yang dilontarkan AS dan pemimpinnya Barack ‘pembual’ Obama. Baginya, sebenarnya yang paling penting bukanlah keadilan bagi rakyat AS apalagi kedamaian dunia. Obama hanya mementingkan popularitasnya yang terus merosot karena ketidakbecusannya mengurus negerinya. Terbukti dukungan terhadapnya naik menjadi 53 persen setelah berita kematian Osama. Ia berkepentingan agar kembali bisa terpilih menjadi presiden di periode berikutnya. Maka ia tak peduli berapapun biaya yang dikeluarkan dan berapa ribu muslim yang akan terbunuh.

Penjajahan dan kezaliman AS dan sekutunya itu harus dienyahkan, baik Osama ada ataupun tidak. Untuk itu kaum muslim tidak bisa mengandalkan dan berharap pada pemimpin mereka saat ini. Sebab sebagian pemimpin mereka justru berkolusi dengan musuh dan berkhianat dengan membuka jalan bagi kaum kuffar untuk membunuh kaum muslim rakyat mereka sendiri. Bagaimana bisa mereka mengaku mengurusi umat sementara mereka sendiri bersekutu dengan para penjajah? Sementara pemimpin yang lainnya lebih memilih menyanjung para penjajah dan bersembunyi di balik ketiaknya. Mereka lupa, suatu hari mereka pasti akan menyesalinya dan ingin melarikan diri dari persekongkolan itu sejauh-jauhnya. Diakhirat mereka akan tertimpa azab yang pedih.

“Dan jika seandainya orang-orang yang berbuat zalim itu mengetahui ketika mereka melihat siksa (pada hari kiamat), bahwa kekuatan itu kepunyaan Allah semuanya, dan bahwa Allah amat berat siksaan-Nya (niscaya mereka menyesal). (Yaitu) ketika orang-orang yang diikuti itu berlepas diri dari orang-orang yang mengikutinya, dan mereka melihat siksa; dan (ketika) segala hubungan antara mereka terputus sama sekali. Dan berkatalah orang-orang yang mengikuti: "Seandainya kami dapat kembali (ke dunia), pasti kami akan berlepas diri dari mereka, sebagaimana mereka berlepas diri dari kami." Demikianlah Allah memperlihatkan kepada mereka amal perbuatannya menjadi sesalan bagi mereka; dan sekali-kali mereka tidak akan keluar dari api neraka.” (QS. al-Baqarah: 165-167)

Semua itu menunjukkan bahwa umat membutuhkan pemimpin dan sistem yang bisa mengenyahkan penjajahan dan kezaliman AS (Barat) dan melindungi setiap tetes darah umat ini. Yaitu tidak ada yang lain kecuali Khalifah dan sistem Khilafah yang menerapkan syariah islam dan menegakkan kedaulatan syariah. Hanya dengan khilafah kehormatan dan darah umat akan terjaga. Wallâh a’lam bi ash-shawâb