Pelajaran Dari Aksi 21-22 Mei Berdarah

Pertama, adalah evaluasi dari aksi politik tersebut. Bagi saya, aksi dari pihak yang menamakan dirinya Gerakan Nasional Kedaulatan Rakyat tersebut secara keseluruhan telah mencapai sasarannya: 1) mengabarkan kepada semua orang di dalam dan luar negeri bahwa telah terjadi kecurangan pada pemilu yang memenangkan Widodo; 2) menyulut pergerakan serupa di daerah-daerah lain di luar Jakarta.

Kedua, adalah bangkitnya perlawanan spontan dari kelas masyarakat kaum miskin kota (urban poor) terhadap keberingasan aparat kepolisian. Keresahan rakyat miskin perkotaan yang terdesak karena tidak kunjung membaiknya atau bahkan memburuknya kondisi ekonomi mereka selama bertahun-tahun di bawah Widodo, seperti menemukan saluran yang ideal. Yang biasanya  saluran dari kaum miskin kota Jakarta adalah tawuran antar kampung, menjadi tawuran melawan aparat polisi. Para korban jiwa yang hampir semua berasal dari kaum miskin kota adalah nyala bara api yang siap membakar sekam perlawanan kelas ini kelak.

Kaum miskin kota adalah kelas yang paling tertindas dalam tatanan ekonomi neoliberal, sistem ekonomi yang tidak adil, yang dianut pemerintahan sejak Megawati, SBY, dan Widodo kini. Kaum miskin kota tidak memiliki aset maupun pemasukan yang tetap seperti kelas-kelas  lainnya: pedagang/pengusaha, buruh, dan petani. Buruh tani tanpa lahan dan kaum miskin pedesaan nasibnya masih lebih baik dari kaum miskin kota karena biaya hidup di desa masih lebih murah dari di kota.