Pelajaran Dari Aksi 21-22 Mei Berdarah

Pekerjaan yang pemasukannya tidak tetap namun penuh risiko adalah keseharian mereka, seperti: juru parkir, “pak ogah” (membantu mengarahkan lalu lintas di persimpangan-putaran jalan dengan imbalan seadanya), pengamen, keamanan (security), buruh cuci lepas, preman, pelacur miskin, asongan, kaki lima, pengemis, (yang punya aset motor) ojek online, hingga kurir narkoba.

Lapisan yang lebih miskin, tanpa penghasilan sama sekali, hanya bisa berharap pada program santunan pemerintah seperti Program Keluarga Harapan (PKH) dan aneka program transfer dana (di era SBY disebut Bantuan Langsung Tunai/BLT) maupun bansos.

Bila kini banyak pemuda dari kelas ini yang aktif bergabung, beraktualisasi diri  bersama organisasi-organisasi Islam militan seperti Front Pembela Islam (FPI), Majelis Rasul Allah, dan sebagainya itu semata-mata upaya mereka mencari ketentraman batin dan jaminan atas kehidupan pascakematian. Yang keduanya, ketentraman dan jaminan tidak mereka dapatkan di kehidupan sekarang dari pemerintah.

Maka, di saat sekalangan kaum miskin kota ini akhirnya memilih Prabowo (ada sekalangan kecil yang memilih Widodo karena tokoh-tokohnya diberikan konsesi kekuasaan), dan berjuang bersama Prabowo hingga kini melawan kecurangan pemilu, itu adalah langkah maju. Mereka jelas melihat Prabowo sebagai pemimpin politik yang bisa memberikan pemerintahan yang lebih berpihak bagi diri dan kelas mereka. Perjuangan politik Prabowo telah menjadi harapan baru bagi perubahan nasib mereka di kehidupan sekarang.

Terlebih Prabowo seringkali menjanjikan kepada mereka suatu arah baru ekonomi yang berbeda dari model ekonomi yang tidak adil (neoliberalisme) yang telah memiskinkan rakyat  Indonesia belasan tahun terakhir akibat kebijakan:

A) Berutang dengan bunga tinggi (termasuk yang tertinggi di Asia Pasifik) sehingga APBN selalu habis untuk bayar utang dan bunganya yang terus membesar setiap tahun.

B) Pengetatan anggaran (austerity policy) yang mengorbankan pos-pos kesejahteraan sosial.

C) Pencabutan subsidi energi (BBM dan listrik) dan pupuk.

D) Komersialisasi/liberalisasi pendidikan.

E) Liberalisasi perdagangan (dengan Tiongkok).

F) Pemberangusan serikat kerja (union busting) dan pemberlakuan sistem kerja kontrak dan outsourcing (labour market flexibility).

G) Dihilangkannya fungsi perencanaan (planning) dalam pembangunan ekonomi, padahal seluruh negara maju di AS, Eropa, dan Asia dapat sukses karena sangat mengutamakan perencanaan ekonomi ini.

H) kebijakan kredit perbankan yang tidak berpihak kepada puluhan juta pengusaha kecil dan UMKM, mayoritas kredit dialokasikan hanya untuk segelintir ratusan pengusaha besar dan BUMN.