Penetapan TERSANGKA 6 Anggota Laskar Yang Sudah MENINGGAL: For What?

Eramuslim.com

Pierre Suteki

Berbagai media online telah mewartakan bahwa BARESKRIM Polri menyatakan enam orang Laskar Front Pembela Islam (FPI) yang tewas dalam bentrok dengan polisi di Jalan tol Jakarta-Cikampek, pada Desember 2020, jadi tersangka. Banyak pihak yang resah dan bingung dengan penetapan seseorang yang telah meninggal sebagai tersangka. Buat apa, bukankan pada Pasal 77 KUHP ditegaskan bahwa wewenang untuk menuntut pelaku tindak pidana yang sudah meninggal dunia menjadi gugur? Ya, itu betul.

Namun, tidak ada kata gugur di KUHAP dan KUHP untuk “menetapkan sebagai tersangka” kepada pelaku pidana yang sudah meninggal dunia, bukan? Lalu logika yang akan dibangun apa? Logika yang ingin dibangun itu akan bersifat multiflier effect. Setidaknya ada 3 efek yang dimungkinkan diprediksikan terjadi atas penetapan seseorang yang telah meninggal sebagai tersangka, yaitu:

Pertama, penetapan seseorang yang sudah meninggal menjadi tersangka jangan dikira tidak punya makna. Hal ini jika ditindaklanjuti oleh Jaksa dengan deponering, maka perkara tidak akan berhenti di situ. Perkara bisa berlanjut pada PENCARIAN TERSANGKA BARU atas keterangan SAKSI di persidangan atau bahkan di proses penyidikan pada tingkat kepolisian.

Jika tidak diarahkan ke sana, lalu buat apa menetapkan seseorang yang sudah meninggal menjadi TERSANGKA pada tahap penyelidikan? Mestinya perkara ini dapat diberhentikan pada tahap penyelidikan tersebut, dan tanpa perlu ada penetapan seseorang yang sudah meninggal menjadi tersangka. Patut diduga penetapan seseorang yang telah meninggal dunia dilatarbelakangi oleh upaya pencarian tersangka lain.