Qatar Tuan Rumah Piala Dunia 2022 Kukuhkan Eksistensi Zionis Israel

Awal tahun baru Islam 1430 H —pada awal tahun 2009— Qatar adalah negara terdepan mengecam Israel dan memutuskan hubungan diplomatik dengan Israel pasca pembantaian keji Zionis Israel terhadap penduduk Gaza. Qatar menjadi terdepan, karena KTT Arab yang membahas Gaza, kala itu berlangsung di Doha.

Kini, hanya berselang dua tahun, awal tahun baru Islam 1432 H—pada akhir tahun 2010—Qatar justru menjadi negara terdepan mengakui eksistensi Zionis, pasca terpilihnya Qatar menjadi tuan rumah piala dunia 2022. Pengakuan ini tampak jelas dalam iklan promosi piala dunia 2022. Sungguh perubahan sikap drastis yang menguntungkan Zionis, hanya karena berbangga dengan perhelatan piala dunia.

Ketika Zionis Israel dengan brutal melakukan genosida rakyat Gaza akhir tahun 2008, negara-negara Arab berinisiatif menggelar Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) di Doha. Saat itu, mayoritas negara Arab memutuskan hubungan diplomatik dengan penjajah Israel, minimal sebagai aksi solidaritas, sebagaimana diungkapkan oleh Ahmadinejad pada KTT tersebut.

Pada KTT tersebut, Qatar termasuk salah satu negara yang memutuskan hubungan diplomatik dengan Israel, setelah keduanya menjalin hubungan mesra di bidang ekonomi, di mana Israel memiliki perwakilan perdagangan (biro dagang) di Qatar sejak tahun 1996. Selain Qatar, negara lain yang memutuskan hubungan dengan Israel adalah Mauritania, Suriah, Iran, dan lainnya.

Seiring bergulirnya waktu, solidaritas negara-negara Arab memperjuangkan kebebasan rakyat Palestina sedikit demi sedikit terkikis. Apalagi setelah Qatar terpilih sebagai tuan rumah piala dunia 2022 (Kamis, 02/12/2010). Solidaritas untuk Palestina tampak begitu terpuruk.

Qatar menjadi korban konspirasi Barat dan Zionis untuk memperbaiki citra Israel di mata bangsa Arab dan dunia Islam, dengan cara, Israel melancarkan diplomasi total di bidang olahraga, yaitu sepak bola.

Diplomasi total Israel bidang olahraga ini tampak berhasil. Ketika Qatar berupaya menjadi tuan rumah dan kemudian terpilih, pihak FIFA, Israel, dan lainnya menekan Qatar untuk menjamin keamanan, karena Qatar negara mayoritas muslim, dan negara muslim itu sarang teroris, menurut opini yang mereka bangun.

Tekanan ini datang dari Tim Inspeksi FIFA. Dalam berita yang dilansir media duniasoccer (02/12), Tim Inspeksi FIFA menyatakan bahwa Qatar adalah negara yang memiliki resiko tinggi. Tekanan juga datang dari Ketua Federasi Sepak Bola Israel Abraham Avi Luzon. Ia mengatakan, "Suporter Israel bisa terancam jika Qatar menjadi tuan rumah piala dunia 2022, akibat permusuhan Arab-Israel."

Video dan Moto Promosi Kukuhkan Eksistensi Zionis Israel

Sebagai tuan rumah, Qatar berusaha untuk menghilangkan segala rintangan suksesnya piala dunia 2022 mendatang. Termasuk meyakinkan Barat dan Zionis Israel bahwa rakyat Israel mendapat jaminan kebebasan dan keamanan selama berada di Qatar.

Hal ini tampak pada iklan video promosi piala dunia 2022 yang dibuat oleh Qatar. Di bagian awal iklan tersebut tertulis, "Jadi, tim Israel dan tim Arab akan menuju piala dunia. Dan mereka akan bertanding bersama." Setelah itu, video tersebut menampilkan seorang bocah Israel berkata, "Warga Israel akan datang mendukung tim mereka dan warga Arab juga akan datang mendukung tim mereka." Tulisan selanjutnya muncul, "Kemudian, mereka akan saling mengenal satu sama lain. Sebagaimana kita telah menyaksikan keharmonisan seluruh manusia di Afrika Selatan."

Selain iklan video yang mengakui eksistensi Zionis Israel sekaligus memperbaiki citranya di wilayah Arab, pada iklan lain berbentuk tulisan, tertulis moto "Qatar 2022, Perhelatan Impian di Timur Tengah."

Terkait motto ini, Dr. Samih Abbas menulis analisa di situs Mufakkirah Islam, bahwa dalam mempromosikan piala dunia 2022, Qatar menggunakan istilah Timur Tengah sebagai nama letak wilayah negaranya.

Padahal, istilah ini sangat merugikan, karena pertama, istilah Timur Tengah adalah ciptaan Amerika. Kedua, Amerika mencipta istilah Timur Tengah untuk mengukuhkan eksistensi Penjajah Zionis di wilayah Arab.

Pertama, istilah Timur Tengah ciptaan Amerika untuk kepentingan Zionis. Hal ini seperti yang ditulis oleh Dr. Muhammad Imarah dalam bukunya berjudul Fiqh Shirâ’ ‘ala Al-Quds wa Filasthîn, bahwa ada wilayah Timur Tengah, ada wilayah Timur Tengah Dekat, dan ada Timur Tengah Jauh. Bila kita melihat peta dunia, maka maksud dari Timur Tengah dekat adalah wilyah Timur Tengah yang lebih dekat dengan Amerika, dan Timur Tengah Jauh adalah wilyah Timur Tengah yang lebih jauh dari benua Amerika.

Kedua, istilah Timur Tengah mengukuhkan eksistensi Zionis, karena tanpa istilah Timur Tengah, negara Israel akan tersingkirkan dari kawasan negara-negara Arab dan Dunia Islam, karena penduduk Israel bukan Arab dan tidak beragama Islam. Dengan diciptakannya istilah Timur Tengah, maka walau bukan bangsa Arab, tapi secara geografis Israel termasuk bagian dari wilyah Timur Tengah, sehingga dengan leluasa Israel akan turut dalam segala urusan Arab dan dunia Islam, baik di bidang politik, ekonomi, sosial budaya, dan seluruh sisi lainnya.

Oleh karena itu, para ulama dan pihak-pihak yang menolak eksistensi negara penjajah Israel memilih mengunakan istilah "Al-‘Alam Al-Islâmiy" atau Dunia Islam. Karena ini tidak sekedar istilah, tapi mengandung unsur ideologis. Menggunakan istilah Timur Tengah berarti membiarkan Israel ikut campur dalam urusan negara-negara Islam, dan menggunakan istilah Dunia Islam berarti tidak mengakui eksistensi negara penjajah Israel, dan hanya mengakui negara Palestina, walau mereka masih terjajah.

Bila Qatar tidak mungkin menggunakan istilah Dunia Islam untuk promosi piala dunia, maka sebenarnya Qatar juga tak perlu menggunakan istilah Timur Tengah dalam promosi-promosinya untuk piala dunia 2022.

ExCo FIFA Sepakat Pilih Qatar

Sepertinya Qatar telah menjadi target konspirasi sejak lama untuk menjadi tuan rumah dan kemudian menjadi alat mengakui eksistensi Zionis di bumi Palestina. Dalam laporan Daily Mail, ketua delegasi Piala Dunia 2018 Inggris, Andy Anson mengatakan, 13 anggota FIFA bisa disogok. Jumlah ini tentu cukup untuk memenangkan satu negara menjadi tuan rumah, karena 13 suara telah mencapai quorum dengan konsep 50% plus satu, mengingat anggota voting FIFA berjumlah 24 orang.

Kekecewaan terhadap proses voting yang dilangsungkan FIFA juga disampaikan oleh ketua English Football Association (FA), Roger Burden. Bahkan, ia mengundurkan diri dari pencalonan menjadi presiden FIFA untuk masa depan dengan alasan, "Saya tidak siap untuk bekerja sama dengan orang-orang yang tidak dapat dipercaya."

Mendapat tudingan dari berbagai pihak, FIFA membela diri, seperti berita yang dilansir situs Aljazeera (Rabu, 08/12/2010), bahwa FIFA menyatakan pemilihan Rusia dan Qatar sebagai tuan rumah telah dijalankan secara bersih, bebas, dan rahasia. Pernyataan ini disampaikan oleh Sekretaris Jendral FIFA Jerome Valcke. Ia menambahkan, "Isu sogok dan curang pada voting FIFA adalah isu yang telah ada sejak tahun 90-an, dan itu tidak penting bagi kami saat ini."

Terlepas dari tudingan Andy Anson atau pembelaan diri FIFA, bila kita lihat kronologi voting yang dilangsungkan, ExCo (Executive Committee) FIFA tampak sejak awal sepakat untuk memilih Qatar sebagai tuan rumah. Voting dilangsungkan 4 kali. Kali pertama, Qatar meraih 11 suara dari 22 anggota ExCo, dan setelahnya disusul oleh Korsel yang hanya mendapat 4 suara. Kali kedua, Qatar meraih 10 suara, disusul Korsel dan AS 5 suara. Kali ketiga, Qatar mendapat 11 suara, disusul AS 6 suara. Dan kali terakhir Qatar masih saja unggul dengan meraih 14 suara, disusul AS 8 suara.

Kebijakan Qatar Merugikan umat Islam

Menjadi tuan rumah, maka Qatar siap menanggung rugi bagi negara sendiri dan rugi bagi dunia Islam. Rugi negara sendiri, karena Qatar siap menanggung rugi moral dan akhlak masyarakatnya, karena negara tuan rumah piala dunia biasanya menjamur tempat prostitusi, tempat minum alkohol, dan sebagainya. Kerugian Qatar ini adalah kerugian umat Islam di sana.

Sementara rugi dunia Islam, karena Qatar telah membuat iklan dan moto promosi Qatar yang mengisyaratkan dukungan terhadap eksistensi Zionis Israel menjajah Palestina, sekaligus merias indah wajah keji Israel selama ini. Hal ini membuat setiap umat Islam di dunia dirugikan, karena Al-Quds adalah kota suci bersama umat Islam di seluruh dunia, di mana pun mereka berada. Membuka jalan menghancurkan kota suci umat Islam ketiga, berarti membuka jalan untuk menghancurkan kota suci umat Islam kedua dan pertama; Madinah dan Makkah.

Tidak seharusnya hanya untuk berbangga di panggung dunia, Qatar menggadaikan idealisme membebaskan Palestina dan rela mengakui negara Zionis Israel.

Memang pemimpin negara Islam harus dipegang oleh orang-orang yang komitmen dengan perjuangan izzul Islam wal muslimin. Sehingga mampu membebaskan Palestina dari penjajahan dengan berbagai cara, sebagaimana para pemimpin-pemimpin negara Islam yang tunduk pada musuh melanggengkan penjajahan Zionis Israel di Palestina dengan berbagai cara pula, termasuk dengan perhelatan sepak bola. []

Muhammad Yasin Jumadi. Mahasiswa Al-Azhar, Kuliah Syariah wal Qanun, Jurusan Qanun Tingkat V. Wakil Direktur Lembaga Studi Informasi Alam Islami (SINAI) Mesir periode 2010-2012.