Rencana Pajak Sepeda Bertentangan dengan Peradaban Baru Masa Covid-19

Selain langit, sungai pun menjadi bersih. Saya yang tinggal di pinggiran Kali Ciliwung hampir rutin mengamati sungai yang semakin banyak dikitari burung dan kupu-kupu. Ini adalah satu keajaiban dunia di tengah putus asanya pejuang “Climate Activist” mempromosikan langit biru. Seperti misalnya perjuangan, Greta Thunberg, perempuan 16 tahun, berlayar dengan boat tanpa motor melintasi laut Atlantik (Plymouth UK ke New York, USA) demi kampanye pengurangan polusi dunia.)

Bersepeda dan Perubahan Mindset

Pandemik yang belum tentu ada akhirnya ini membutuhkan (meminjam istilah Jokowi) orang-orang “extra ordinary” dan bekerja tidak linier. Tokoh-tokoh perubahan dunia, seperti David C. Kerton dkk melihat saat ini adalah saat tepat merubah dunia. Dunia lama yang dibimbing kapitalisme, pengrusakan alam, pengurasan sumberdaya alam untuk masa kini, konsumsi di atas segala galanya dan hidup dengan kesenjangan sosial, harus dihilangkan.

Pandemik memberikan peluang untuk perubahan itu. Pertama pandemik mendorong situasi uang bukanlah segalanya. Minimal kesehatan yang utama. 2) pandemik telah mengantarkan kita pada optimalisasi “digital life”. 3) Pandemik telah mengajarkan solidaritas. 4) pandemik memberi kesempatan pada kita untuk mencintai alam dan 5) pandemik mengatur ulang sistem produksi dan reproduksi kehidupan.

Bersepeda adalah peluang bagi olahraga murah. Banyaknya anak muda, khususnya, dan juga orang tua bersepeda, menunjukkan keinginan berolahraga demi kesehatan sangat tinggi saat ini. Olahraga berjalan kaki, seperti yang ditunjukkan Jokowi dan Panglima TNI di istana Bogor, beberapa waktu lalu, mungkin tidak senikmat bersepeda. Sebab, dengan bersepeda jangkauan jarak akan lebih jauh. Bersepeda dengan teman-teman dapat meningkatkan solidaritas dan kekeluargaan. Di Jakarta pada malam hari masih banyak ditemukan anak muda bersepeda berkelompok.

Tahapan ini, bersepeda saat ini, adalah embrio bagi adanya perubahan “mindset” pentingnya bersepeda itu. Dalam tulisan saya sebelumnya, di masa lalu bersepeda dianggap merusak kesehatan, karena polusi, tidak aman lalu lintas dan dianggap tidak bergengsi dibanding memiliki motor atau mobil.

Namun, dengan fenomena hiruk pikuk kecintaan bersepeda saat ini, kita bisa mendorong bersepeda bukan hanya untuk olahraga dan jangka pendek masa pandemi, namun bersepeda menjadi andalan transportasi di Jakarta.

Dan itu hanya bisa jika pemerintah membantu ke arah sana. Baik dari sisi regulasi maupun pemberian insentif bersepeda. Insentif misalnya dikaitkan dengan kompensasi bagi pesepeda ke kantor (Bike to Work) sejarak tempuh 5 km dengan hadiah. Atau pemerintah mengharuskan penggunaan sepeda dalam radius 5 km Monas. Tentu saja dilengkapi kemudahan fasilitasnya.