Reuni 212, Antara Politis dan Perlawanan Umat Islam

Eramuslim.com – Reuni 212 itu politis? Jawabnya iya. Mau narasi apapun yang keluar, reuni itu bagian dari sikap politik. Ada hubungannya dengan pilpres? Pasti ada pengaruhnya. Berarti, reuni 212 untuk dukung Paslon tertentu? Tidak! Ini yang perlu diluruskan.

Reuni 212 memang bagian dari perjuangan politik. Tapi, politik moral. Bukan soal dukung mendukung Paslon. Itu terlalu kecil. Meski, kalau disurvei, mayoritas yang hadir di reuni 212 adalah para pemilih Prabowo-Sandi. Lalu, dimana nilai moralnya? Nah, ini baru bermutu diskusinya.

Kata kuncinya “Aksi 212”. Aksi ini punya dua tuntutan. Pertama, menuntut keadilan untuk pribumi dan juga umat Islam. Kedua, menuntut agar tak ada lagi penistaan terhadap agama apapun.

Ahok menista al-Qur’an, sekarang sudah dijatuhi hukuman dan dipenjara. Semoga benar-benar menjalani hukumannya di penjara. Kok ragu? Bukan! Hanya berdoa saja. Masak berdoa gak boleh?

Setelah Ahok dipenjara, lalu semuanya selesai? Ternyata tidak. Sejumlah aktifis 212 tersandung kasus hukum. Al-Khotthot ditahan di lapas Brimob. Alfian Tanjung divonis bersalah di pengadilan Surabaya. Buniyani, pengunggah video Ahok diganjar 1,5 tahun penjara. Bachtiar Nasir, ketua GNPF MUI saat itu harus berurusan dengan polisi. Sebagian orang menganggap itu kriminalisasi. Entahlah. Yang pasti, aksi 212 berbuntut panjang.