Wingitnya Kediri, Dari Jayabaya Sampai Jokowi

Kronik Tiongkok berjudul “Ling Wai Tai Ta” karya Chou Kufei yang ditulis tahun 1178 mengatakan, di masa Jayabaya itu Panjalu atau Kadiri adalah negara yang paling makmur di Pulau Jawa. Sedemikian makmurnya, Kadiri disebutkan bersaing dengan Sriwijaya di Sumatera, Arab, dan Tiongkok.

Jayabaya digambarkan sebagai raja yang bijaksana. Ia terbuka pada ilmu dan pengetahuan. Ia terbuka pada segala pemikiran. Ia haus akan kemajuan.

Berbagai keberhasilan era Jayabaya dapat dibaca antara lain dalam Prasasti Hantang yang ditulis tahun 1135, Prasasti Talan (1136), juga Prasasti Jepun (1144), serta “Kakawin Bharatayuddha” yang ditulis 1157. “Babad Tanah Jawi” dan “Serat Aji Pamasa” disebutkan juga menceritakan kisah Jayabaya.

Jayabaya juga berhasil menundukkan Jenggala dan menyatukan kembali Kediri yang dibangun leluhurnya.

Sedemikian hebatnya dia. Raja dengan kemampuan yang paripurna.

Tidak aneh, bila raja yang hebat ini mempersilakan ulama Islam seperti Mbah Wasil menetap dan mengajarkan ajaran itu kepada rakyat Kediri.

Kehancuran Kediri terjadi di era Raja Kertajaya.

Tidak seperti Jayabaya yang mahsyur sebagai raja diraja bijaksana dan bersahabat dengan kaum ulama, Kertajaya justru bersikap bermusuhan dengan kaum ulama, atau brahmana, pada masa itu, di tahun 1222.

Sedemikian berat beban kaum brahmana dalam menghadapi Kertajaya. Mereka disingkirkan, mereka dipersekusi.

Di ujung putus asa, kaum brahmana meminta bantuan penguasa baru di Tumapel, Ken Arok, yang terkenal sebagai politisi ambisius.

Ken Arok tidak puas hanya merebut Tumapel dan Ken Dedes dari tangan Tunggul Ametung. Ia punya mimpi yang jauh lebih besar. Yakni menaklukkan Kediri dan mendirikan kerajaan sendiri.

Maka permintaan bantuan dari kaum brahmana yang dipersekusi itu bagaikan restu bagi Ken Arok untuk memperluas kekuasaan.

Singkat cerita, penguasa Tumapel ini berhasil menggulingkan Kertajaya dan menaklukkan Kediri.

Kini Ken Arok dan Tumapel berkuasa atas Kediri.

Dimulailah era Singosari.

Ken Arok tidak menghabisi semua keturunan Kertajaya. Ia memberi kesempatan kepada yang  menurutnya tidak berbahaya. Salah seorang anak Kertajaya yang bernama Jayasabha diangkat Ken Arok sebagai pemimpin di Kediri.

Di tahun 1258 Jayasabha digantikan oleh anaknya, Sastrajaya, dan selanjutnya di tahun 1271 giliran Sastrajaya digantikan oleh anaknya Jayakatwang yang menjadi bupati di Gelanggelang.

Jayakatwang tumbuh dalam dendam kesumat. Di tahun 1292, ketika merasa saatnya tiba, ia melakukan pemberontakan. Membalaskan dendam leluhurnya.

Ia membunuh Raja Kertanegara yang adalah keturunan Ken Dedes dari perkawinan dengan Tunggul Ametung penguasa Tumapel yang dikalahkan Ken Arok di masa lalu.

Selanjutnya, Jayakatwang memindahkan pusat kerajaan dari Malang ke Kediri.

Menghabisnya Kertanegara nyatanya tidak membuat Jayakatwang hidup tenang dan rasa aman.

Masih ada api dalam sekam.

Namanya Raden Wijaya. Saat itu masih muda.

Seperti Kertanegara, Raden Wijaya juga keturunan Ken Dedes. Bedanya, ia adalah keturunan Ken Dedes dari perkawinan dengan Ken Arok.

Raden Wijaya inilah yang setahun setelah kehancuran Singosari membalaskan dendam Kertanegara.

Ia memanfaatkan kehadiran pasukan Tiongkok yang dikirim Kublai Khan untuk menghukum “Raja Jawa” yang beberapa tahun sebelumnya melakukan penghinaan teramat sangat pada Tiongkok.

Kublai Khan adalah cucu dari raja diraja Mongol, Jenghis Khan. Sebagai pangeran Mongol, ekspansionisme sudah menjadi salah satu sifat dasarnya.

Di tahun 1289 Kublai Khan mengirimkan utusan ke Singosari. Melalui Meng Qi sang utusan, Kublai Khan meminta Kertanegara membayar upeti tanda takluk pada Tiongkok.

Tentu Kertanegara menolak permintaan itu. Ia memotong telinga Meng Qi dan menyuruhnya kembali ke Tiongkok. Tindakan yang sungguh berani.

Marah atas penolakan itu, di tahun 1293 Kublai Khan mengirimkan bala tentara dalam jumlah yang sedemikia besar. Disebutkan antara 20 ribu hingga 30 ribu tentara.

Mereka hanya tahu satu hal: menghukum Raja Jawa. Mereka tak punya informasi bahwa yang disebut dengan Raja Jawa itu sudah orang yang lain lagi: Jayakatwang yang berkuasa di Kediri.