Asal Usul Halal Bihalal dan Tukang Martabak India

Eramuslim – Insya Allah, umat muslim di tanah air besok akan mengakhiri puasa Ramadan dan merayakan Idul Fitri. Selain itu, ada istilah lain yang cuma ada Nusantara terkait Idul Fitri atau Lebaran ini, yakni ‘Halal Bihalal’.

Dalam acara halal bi halal 1431 H Lembaga Dakwah Iislam Indonesia (LDII) di Sekretariat DPP LDII Jakarta, 8 Oktober 2010, Ketua MUI Umar Shihab menyitir penjelasan Buya Hamka dalam sebuah wawancara bahwa makna halal bihalal adalah bertemunya pribadi-pribadi yang suci yang telah serius menggembleng dirinya selama Ramadan.

“Halal itu suci, bersih, baik. Halal bi halal adalah upaya mempertemukan pribadi-pribadi yang baik yang telah sungguh-sungguh menjalankan ibadah Ramadhan, begitu keterangan Buya,” kata Umar.

Di acara yang sama, Katib Aam PBNU, KH Malik Madani mengatakan, halal bi halal adalah kearifan lokal yang perlu dipelihara untuk mempertahankan ukhuwah Islamiyah.

Ilustrasi: Nadia Permatasari W)

Menurutnya, inti persaudaraan yang Islami adalah yang mengedepankan nurani dan lebih produktif, lebih mengayomi keutuhan bangsa kita yang majemuk, daripada ukhuwah diniyah yang jahiliyah.

Lainlagi dengan kesaksian mantan Dirjen Pengawasan Obat dan Makanan Kementerian Kesehatan Sunarto Prawirosujanto. Dalam ingatan lelaki kelahiran Solo 1927 itu, istilah ‘halal bihalal’ telah ada sejak zaman kolonial Belanda. Dalam biografi, 70 Tahun Drs. Sunarto Prawirosujanto: Rintisan Pembangunan Farmasi Indonesia, 1997, karya Abdul Mun’im, yang dicuplik Wieke Gur di bahasakita.com, 22 Agustus 2009, perkataan halalbihalal sudah ada sejak sekitar 1935-1936.