Belajar Dari Malaysia dan Maladewa, Rakyat Pilih Pemimpin Anti Dominasi Asing dan Aseng

Eramuslim – Setelah Malaysia kini Maladewa memperlihatkan bahwa sebagian besar rakyat akan memilih pemimpin yang menolak dan melawan dominasi negara lain, khususnya Republik Rakyat China (RRC) di dalam negeri.

“Pemimpin-pemimpin yang dimenangkan rakyat adalah yang menolak dominasi China,” ujar peneliti Lingkar Studi Perjuangan (LSP) Gede Sandra, Minggu pagi (18/11).

Komentar singkat Gede Sandra itu adalah respon atas kemenangan Ibrahim Mohamed Solih dalam pemilihan presiden di Waladewa, sebuah negara kepulauan kecil di Samudera India.

Ibrahim dilantik kemarin (Sabtu, 17/11). Selama masa kampanye Ibrahim dengan terang-terangan mengatakan dirinya akan mengakhiri kolonialisme China. Sebesar 80 persen utang luar negeri Maladewa adalah pada China.

Di Malaysia, hal yang kurang lebih sama sudah terjadi lebih dahulu.

Mahathir Mohamad yang kini kembali menjadi Perdana Menteri negeri jiran sejak awal memperlihatkan rasa khawatirnya pada kebijakan pemerintahan terdahulu yang sangat pro China.

Setelah berkuasa, Mahathir berusaha keras memperbaiki arah ekonomi Malaysia dengan mengkoreksi kebijakan pro China yang diperlihatkan Muhammad Najib.

Mahathir bukan anti China, melainkan anti dominasi China. Ia tidak ingin memutuskan hubungan dengan China, melainkan membangun hubungan antara kedua negara dengan semangat saling menguntungkan dan tidak mau menggadaikan kedaulatan.