Ade Armando: Stasiun Televisi Banyak yang Sengaja Langgar Aturan

Pengamat Media Televisi yang juga Anggota Komisi Penyiaran Indonesia Pusat (KPIP) Ade Armando mengatakan, sanksi terberat bagi stasiun televisi yang menyajikan tayangan yang sarat dengan adegan seks, kekerasan serta mistik adalah pencabutan izin siaran, namun hingga saat ini KPI masih belum mampu memberikan sanksi terberat itu, karena sebagian besar pemilik stasiun televisi menganggap kewenangan itu hanya berlaku melalui peraturan pemerintah. Ia menyayangkan aturan yang sudah ada, cenderung tidak tegas dalam menetapkan sanksi terhadap pelanggaran yang ada.

Bagaimana Ade melihat perkembangan industri pertelevisian belakangan ini, yang marak dengan program yang mengandung kekerasan, seks dan mistik. Berikut petikan perbincangannya dengan eramuslim;

Menurut anda, sejauh pemantauan bersama KPI, apakah tayangan yang berbau seks, kekerasan dan mistik di televisi sudah pada taraf yang memprihatinkan?

Saya kira sekarang ini kondisinya sudah semakin buruk, hal ini terjadi saat menjelang dan setelah dikeluarkannya peraturan pemerintah tentang ketentuan penyiaran, semakin banyak stasiun televisi yang menyajikan tayangan yang tidak pantas ditonton semua orang, padahal sebagai frekuensi milik publik seharusnya televisi berbeda tampilannya dengan media lain seperti koran dan majalah, karena televisi bisa disaksikan oleh siapapun, seluruh lapisan usia dan budaya,serta jangkauan siarannya secara nasional.

Apakah menurut anda, para pengelola stasiun televisi sebagai lembaga penyiaran milik publik itu tidak memahami aturan tersebut?

Menurut saya, seharusnya pengusaha stasiun televisi bisa lebih berhati-hati dalam menyajikan program tayangannya, mengingat jangkauan penonton yang sangat luas, tidak bisa menyamaratakan latar belakang budaya penonton, dengan standar budaya di Jakarta, penonton memiliki keragaman budaya serta agama yang berbeda-beda.

Mengapa program berbau seks, kekerasan dan mistik masih terus ditayangkan oleh stasiun televisi, padahal mereka tahu konsekuensi dan tanggung jawabnya sebagai lembaga penyiaran milik publik?

Saya rasa kalau berbicara masalah konsekuensi, itu sangat erat kaitanya dengan seberapa jauh mereka bersedia untuk mematuhi aturan-aturan yang ada dinegara kita, salah satu aturan yang penting yang sudah dikeluarkan oleh KPI berbentuk ketetapan standar program penyiaran sudah ada, dalam standar itu telah jelas disebutkan bahwa seks, kekerasan, dan mistik tidak boleh ditampilkan, hanya diizinkan dalam batas-batas tertentu.

Mereka mengetahui aturan tersebut kenapa masih menyajikan tayangan seperti itu?

Inilah masalahnya, mereka tidak takut dengan sanksi yang ada, karena mereka menganggap masih terdapat kendala dalam peraturan pemerintah yang proses pembuatannya terlalu lama, bahkan ketika sudah keluar, cenderung tidak tegas dalam menetapkan sanksi bagi pelanggar pedoman siaran.

Sebenarnya bisa atau tidak televisi yang menyiarkan tayangan seks, kekerasan dan mistik itu dikenai sanksi yang tegas oleh KPI sendiri?

Bagi kami (KPIP), seharusnya mereka bisa mematuhi Undang-undang yang sudah ada, karena dalam UU penyiaran tahun 2002 sangat jelas sanksi bagi pelanggar standar program siaran yaitu akan dikenakan sanksi pencabutan izin siaran, tetapi sampai sekarang hal itu belum pernah direalisasikan, mungkin masa mendatang kita bisa mengajukan dan mulai memperkara pengaduan masyarakat tetang pelanggaran standar siaran melalui jalur hukum di pengadilan, saya harap pihak kepolisian mau bekerja sama seperti halnya dalam kasus pornografi dan majalah playboy di media cetak, polisi juga mau bertindak tegas kepada media televisi, KPI akan menydiakan bukti-bukti rekamannya.

Menurut anda ketika peraturan pemerintah sudah ada, bisa tidak akibat sanksi yang tegas, televisi menjadi jera menyajikan tayangan yang tidak layak?

Saya tidak berani menjamin, seperti halnya lembaga sensor film (LSF). Sesuai dengan UU semua stasiun televisi harus menyerahkan programnya sebelum ditayangkan kepada LSF, tetapi apa buktinya, banyak stasiun yang nakal tidak menyerahkan programnya kepada LSF.

Berarti masih belum ada ketegasan untuk mengatasi masalah ini?

Saya rasa belum tentu juga, ini belum dicoba, namun jika kepolisian mau bekerjasama dan merespons pemintaan KPI, minimal nantinya akan ada sanksi yang mungkin saja berupa denda atau sampai yang terberat berupa pencabutan izin siaran, tetapi kendala yang terjadi saat ini peraturan pemerintah justru tidak memberi ruang kepada KPI untuk menegaskan sanksi ini, ya kita lihat saja.

Apakah KPI pernah mengeluarkan sanksi terberat kepada stasiun televisi yang tebukti melakukan pelanggaran?

Saya rasa belum pernah, sejauh ini baru tahap memberikan teguran, meminta stasiun televisi untuk menghentikan acaranya, dan hal itu sudah sering dilakukan, terkadang didengarkan, tetapi kadang juga tidak digubris, tergantung stasiun televisinya.

Menurut anda sebenarnya apa yang menjadi alasan siaran yang mengandung kekerasan, seks dan mistik ini diperbolehkan, dan apakah yang menjadi batasannya?

Alasan kenapa diperbolehkan misalnya stasiun televisi akan menayangkan siaran itu di atas pukul 10 malam di mana anak-anak sebagian besar sudah tidur, tetapi itu juga tidak semua boleh, misalnya adegan seks berciuman, sarat kekerasan, sosok hantu yang mengerikan, asosiasi telanjang, berhubungan badan, goyang sensual tetap tidak diperbolehkan.

Apakah indikasi penyajian tayangan yang tidak layak dikonsumsi ini sebagai bentuk kurang kreatifnya media Indonesia?

Saya rasa bukan itu, ini bukti tidak ada aturan. Dalam kompetisi yang sangat ketat seperti sekarang, ada kecenderungan orang membuat sesuatu yang gampang menarik penonton, itu memang berat sekali, hal ini tidak akan terjadi jika ada aturan yang tegas mana yang boleh, dan mana yang tidak boleh. Meskipun mereka tidak kreatif tetapi mereka wajib tunduk pada aturan yang ada. Menurut saya memang perkembangan media di Indonesia masih sangat baru, kompetisinya gila-gilaan tetapi infrastruktur belum terbangun, jadi pada saat kreatifitas belum tumbuh sudah diteror oleh perebutan rating, wajar mencari cara yang murahan untuk menekan biaya produksi.

Apa ada kecenderungan masyarakat kita memang menyukai hal yang berbau seks, kekerasan dan mistik di televisi?

Saya rasa jangan menyalahkan masyarakat, masyarakat cenderung menyukai yang gampang, tetapi yang penting bagaimana menertibkan stasiun televisi dari tayangan yang berbau seks, kekerasan dan mistis itu. (novel)