FUUI: Ada politik di Al-Zaytun. Ada politik di NII Panji Gumilang!


Pasca kunjungan menteri agama dan rombongan ke pesantren Al-Zaytun beberapa waktu lalu, kian membuat fokus perhatian terhadap pusat NII ‘gadungan’ menjadi buyar. Masyarakat menjadi semakin bingung, siapa dan dimana sebenarnya pusat NII gadungan itu? Sementara, kasus penculikan terhadap sejumlah anak muda yang terkait dengan NII gadungan ini masih terus saja terjadi.

Menyikapi perkembangan kasus Gerakan Sesat NII Panji Gumilang, dalam kapasitas sebagai Koordintor TIAS (Tim Investigasi Aliran Sesat) dan Sekjen FUUI (Forum ‘Ulama Ummat Indonesia) bapak Hedi Muhammad menyampaikan statemen melalui rilis yang disampaikan sekretariat FUUI kepada Eramuslim. Berikut ini wawancaranya:

Apakah Anda menilai kinerja pemerintah dalam menuntaskan kasus NII-Gadungan sekarang serius?

Karena kata “Pemerintah” terlalu luas, termasuk di dalamnya seorang Menteri yang justru beropini lain, izinkan saya menjawab secara spesifik. Ya, Polri sedang bekerja amat keras, bahkan siang malam selama 10 hari ini mulai lari sprint, tidak dalam arti hendak memaksakan kasus, melainkan didesak oleh banyaknya saksi dan fakta pendahuluan yang menurut kelumrahan hukum memang harus segera ditindaklanjuti.

Sekarang semua mata melihat langsung ke Mabes Polri, justru karena mereka ingin valid secara hukum maka kerja keras pengumpulan bukti dan saksi makin ditingkatkan. Tadi malam, saya berkoordinasi dengan Subdit Kamneg Mabes Polri hingga larut, dalam pertemuan itulah saya menyaksikan integritas para penegak hukum yang harus diacungi jempol; mereka amat gerah karena NII Panji Gumilang, tapi mereka tidak mau bergeser sedojit pun dari objektivitas. Sebelum pertemuan khusus itu diakhiri, AKBP Brury bilang, “Kami akan tegakkan hukum dengan cara yang tegak pula, tidak bungkuk, jika prasyarat hukum terpenuhi, siapapun harus kami tindak!”

Apakah hanya Polri yang serius?

Bukan begitu maksudnya. Kan ada banyak substitusi pemerintahan, BIN misalnya, tapi bagaimana saya bisa mengetahui kinerja BIN? DPR, melalui kegigihan Pak Anung, menunjukkan keseriusan untuk mencari jalan penyelesaian yang paling bijak atas kasus yang amat meresahkan ini, tapi DPR kan bukan Pemerintah.

Ada hubungan antara koordinasi semalam dengan penangkapan Gubernur NII-Gadungan di Jawa Tengah tadi siang (Senin 23/5, red)?

Saya tidak mengatakan demikian, tetapi membenarkan pernyataan resmi Mabes Polri yang disampaikan Pak Rafli Amar, bahwa penangkapan Gubenur NII Panji Gumilang di Jawa Tengah itu berawal dari pencarian DPO berinisial A, itu Abu Fatin.

Dia inilah penadah uang haram terbesar hasil kejahatan grassroot NII Panji Gumilang, dia Gubernur Jabar Selatan di NII Panji Gumilang, dia setor langsung ke Panji Gumilang. Mizan Siddik dan Abu Fatin adalah dua dari sekian nama yang tertulis dalam dokumen yang kami serahkan kepada yang berwenang pada tahun 2002, dokumen yang telah juga kami serahkan ke tangan Anda para praktisi media. Alhamdulillah dokumen kita itu valid.

Apakah perkembangan ini dapat dipastikan berujung pada penangkapan Panji Gumilang?

Naaah… (tersenyum, red), menjawab secara pasti itu kan bukan kewenangan kita. Keseriusan Polri justru memperlihatkan si tersembunyi, yang jika kita tidak waspada justru bisa diam-diam menjegal perjuangan mulia ini. Siapa yang mencuci otak Adah Djaelani, yang kemudian mencuci otak Panji Gumilang? Politik. Siapa yang membiarkan KW9 tumbuh besar hingga beranggota ratusan ribu orang? Politik. Siapa juga yang membuat gerakan sesat ini bisa lama sekali bersembunyi di tempat terang, dalam gedung-gedung megah Al-Zaytun, membangun kesan terhormat dengan kunjungan para pejabat? Politik.

Nah, jika panglima negeri ini bukannya hukum tapi politik, makin tak ada yang pasti. (Penyelesaian masalah) itu amat dipengaruhi nafsu will to power dan syahwat egoisme. Pak Polisi ngerti betul soal ini, makanya cepet-cepet bilang, biarkan politisi bertandang senyum ke Zaytun, tugas polisi jalan terus!

Apakah maksud Anda kedatangan Menag merupakan gejala tersendiri?

Oh iya, betul sekali. Kunjungan kenegaraan Menag ke Zaytun bisa diartikan beragam. Kebanyakan menganggap itu bahasa politik, yang artinya, “Hey, jangan ganggu Zaytun ya, Zaytun itu sealmamater dengan saya!”, ada pula yang menerjemahkan begini, “Lihat, saya ke Zaytun nih, untuk memberi tahu Anda bahwa ada yang nggak mau Zaytun diganggu, tapi bukan saya, saya martir lho, emangnya saya ke Zaytun kemauan sendiri? Jangan terus salahin saya dong!”

Semua penerjemah ini punya alasan, yang satu bilang, Menag fokus pada penyelamatan Zaytun padahal dia pun tahu ada soal di sisi lain, tapi bukan kewenangannya. Ada juga yang bilang, itu bahasa cerdas seorang menteri untuk menjelaskan betapa kompleksnya sinetron di tataran elit. Tapi bagaimanapun substansinya ya itu-itu juga.

Apa itu?

Ada politik di Al-Zaytun. Ada politik di NII Panji Gumilang.

Selama ini Anda gencar menyebut NII Gadungan, sekarang menyebutnya NII Panji Gumilang?

Oh, soal itu. Saya belajar dari Noam Chomsky tentang newspeak, “NII Panji Gumilang” adalah newspeak yang perlu untuk membimbing fokus perhatian kita, jadi, please, temen-temen bantulah sosialisasinya.

Ada alasan yang lebih jelas?

Baik, ada dua fakta yang mendasari. Yang pertama, adalah fakta banyaknya para petinggi NII Panji Gumilang yang meninggalkan Panji Gumilang. Mereka semua sepakat bahwa Panji Gumilang semena-mena, koruptor, diktator, ada juga yang nyebut Fir’aun. Jadi NII Gadungan yang diwariskan Adah Djaelani kepadanya, yang dianggap mereka sebagai NII Asli, itu dibawa semau-maunya oleh Panji Gumilang, karena itu disebut NII Panji Gumilang, ada juga yang menyebut NII Faksi Panji Gumilang.

Yang kedua, adalah fakta historis. Ratusan Anggota NII-Asli yang dulu berhasil digerus di wilayah Banten adalah karena “jasa” Panji Gumilang. Prawoto alias Abu Maariq alias Abu Toto alias Toto Salam alias Abdus Salam alias Panji Gumilang, kala itu “pergi” ke Malaysia dengan “bekal” cash dua milyar rupiah. Di Malaysia “tugas”-nya masih berlanjut; Panji Gumilang melakukan soft provocation kepada Abu Bakar Ba’asyir untuk mengajaknya menegakkan Syari’at Islam dalam naungan NII, tapi Ba’asyir menjawab: “Jangan menamakannya dengan negara…”

Sepulang dari Malaysia, Panji Gumilang dipeluk lagi oleh Adah Djaelani, yang dinyatakan “Pengkhianat” oleh mantan Kuasa Usaha Komandemen Tertinggi (KUKT) DI/TII ‘Abdul Fatah Wirananggapati. Adah Djaelani yang telah lunak karena diberi modal usaha oleh Orde Baru ini, lantas “mempromosikan” Gumilang menjadi Imam NII, dan promosi itu memang berhasil dengan gemilang. Sejak Tahun 1996 Panji Gumilang resmi menjadi Imam NII, sejak tahun 2001 disebut Presiden NII, KW9 yang semula dipimpinnya berubah menjadi wilayah emas NII, lalu disebutnya Madinah II, ibu kotanya Al-Zaytun.

Anehnya, pada tanggal 28 Januari 2002 Wirananggapati menyampaikan secara terbuka, bahwa dalam DI/TII, atau dengan kata lain NII-Asli, tidaklah ada yang disebut Komandemen Wilayah Sembilan (KW9), “Siapa ini yang buat?” Pertanyaan ini adalah bukti bahwa NII yang dipimpin Panji Gumilang ini gadungan. Sudah KW9 itu gadungan, disetir semena-mena pula, jadilah NII Panji Gumilang.

Semua penyebutan yang berbeda itu isinya yaitu juga, seperti Panji Gumilang yang punya banyak nama orangnya yaitu juga. Nah, Panji Gumilang hampir sempurna menjadi simbol gerakan sesat yang penuh kepalsuan, penodaan terhadap kemurnian ajaran Islam, kriminalitas terorganisir, sindikat yang merebut anak-anak orang, mafioso yang lebih hebat dari pada penjahat Cicilia. Dengan newspeak “NII Panji Gumilang”, lengkaplah sudah. Itu saya lihat dengan jelas setelah investigasi sejak 2001.

Baru kali ini Anda terkesan emosional menyebut Panji Gumilang…?

Gitu ya? Mungkin saya kurang sabar, ingin cepet-cepet dilaporkan Panji Gumilang sebagai orang yang mencemarkan nama baiknya, kalau saja dia tidak demikian. Tapi ya tidak mungkin, Pak Ansyad Mbai saja tahu siapa dia sebenarnya.mnh

foto: zaytunonline