Ismed Hassan Putro: Perilaku Anggota DPR Kita Masih Banyak yang Mengecewakan

Ketua Masyarakat Profesional Madani, Ismed Hassan Putro menyatakan, banyak kader-kader partai yang di tempatkan sebagai wakil rakyat, bukan yang mengakar dari masyarakat, tapi karbitan yang dipromosikan oleh partai tanpa mempedulikan apakah punya interaksi dengan basis pemilihannya atau tidak. Oleh karena itu sangat sulit mengharapkan disaat sekarang ini, anggota DPR semacam itu memiliki kepekaan terhadap problem, terutama sekali yang mewakili konstituennya. Persoalan itu, selain berpengaruh pada kinerja juga berpengaruh pada masalah moralitas anggota dewan,meskipun menurut Putro, masalah moralitas sifatnya sangat subyektif.

Lantas apa yang bisa diharapkan dari DPR jika kualitas sebagian besar anggotanya masih rendah? Berikut bincang-bincang eramuslim dengan Ketua Masyarakat Profesional Madani, Ismed Hassan Putro.

Bagaimana anda mencermati kinerja anggota dewan perwakilan rakyat selama ini, sudah cukup profesionalkah?

Pertama, kalau bicara kinerja tentu saja itu menyangkut apa yang menjadi program tahunan, dalam berbagai bidang kebijakan yang harus dibuat ataupun perundang-undangan yang harus disusun oleh DPR, itu yang akan menjadi parameter apakah mereka berkinerja baik atau tidak.

Yang kedua dari parameter itu, kita juga bisa melihat sejauhmana produk perundang-undangan yang dibuat oleh DPR bersama Pemerintah itu pada tingkat implementasi, dapat sesuai dengan aspirasi yang diharapkan oleh masyarakat. Hal itu penting agar tidak terjadi kesenjangan dalam melihat posisi dan peran dari DPR itu sendiri. Kita mengetahui bahwa belakangan ini DPR sering mendapat sorotan, tetapi itu tidak bisa dilepaskan dari pertama soal representasi keterpilihan DPR itu tidak terlepas dari kebijakan partai politik menempatkan kadernya.

Dan kita juga mengetahui banyak kader-kader yang di tempatkan itu bukan yang mengakar di masyarakat, tapi karbitan yang dipromosikan oleh partai tanpa mempedulikan apakah punya interaksi dengan basis pemilihannya atau tidak. Oleh karena itu sangat sulit kita mengharapkan dis aat sekarang ini anggota DPR mempunyai kepekaan terhadap problem lokal yang dihadapi, terutama sekali yang mewakili konstituennya. Harus kita akui kebanyakan anggota parlemen hanya mewakili aspirasi partai dan mewakili kebijakan yang dibuat pemerintah. Karena banyak sekali partai politik di DPR adalah pendukung partai pemerintah, akibatnya yang harus diutamakan adalah kepentingan untuk mensinergikan antara apa yang dibuat pemerintah dengan apa yang dibuat oleh DPR.

Jadi bukan atas dasar, apa yang dibutuhkan oleh masyarakat, sehingga jangan salah, jangan aneh kalau banyak perundang-undangan yang dibuat oleh DPR itu lebih mengutamakan kepentingan pemerintah dari pada kepentingan masyarakat, apalagi para konstituen para anggota dewan yang saat ini berada di DPR.

Apakah ini ada kaitannya dengan kualitas moral mereka juga?

Agak sedikit sulit kalau membuat parameter soal moral, itu sangat subyektif sekali, tetapi saya ingin katakan, jika berbicara soal profesionalitas, kita agak sulit memaksakan kehendak untuk mengatakan DPR sekarang ini bermoral atau tidak bermoral, profesional atau tidak profesional. Namun saya ingin katakan secara tegas di sini, memang masih banyak kelemahan dari anggota DPR kita, karena yang diutamakan bukan orang yang berkompeten dalam bidangnya, tetapi lebih banyak pada loyalitas pada partai politik dan soal rentang karir yang dijalani di partai politik yang bersangkutan, jadi bukan soal kompetensi yang dia miliki. Mereka umumnya direkrut bukan karena kompetensi yang dia miliki, kebanyakan yang menjadi anggota dewan itu adalah orang-orang yang membangun karir di partai politik, sesuai dengan loyalitas yang dia miliki.

Jangan harap ada banker yang mau ke partai politik, karena dia tahu sekali di dalam partai politik penuh sekali dengan intrik put and put yang sangat jorok, banyak sekali kalangan profesional yang enggan untuk masuk ke partai politik, memang ada beberapa tapi itu mungkin bisa dihitung dengan jari. Akibatnya kita sulit menemukan putra-putra bangsa terbaik yang mempunyai profesionalitas yang tinggi, yang mempunyai integritas yang baik, yang moralitasnya baik untuk berada di DPR, karena dari awal prosesnya saja, membuat banyak orang risau dan risih.

Maksud anda, sejak awal masuk ke partai politik calon anggota DPR sudah dididik untuk bermain "kotor"?

Saya sangat sulit untuk mengatakan mereka bermain kotor atau tidak, karena itu sangat subyektif, tidak berani saya mengtakan itu, namun yang pasti adalah fakta, bahwa dinamika politik tidak bisa dilepaskan dengan kebutuhan pragmatis material, karena masyarakat sendiri juga memberikan peluang untuk itu, masyarakat sangat gampang dibeli dengan dua kilogram beras, kemudian 100 ribu uang, akibatnya ada serangan fajar yang melibatkan materi itu, dan itu hampir dilakukan oleh semua partai, jadi saat ini tidak ada lagi partai yang punya hak mengklaim dia partai bersih, karena faktanya semua partai telah bermain dengan uang, apakah dalam pemilihan kepala daerah atau dalam kehidupan sehari-hari di parlemen.

Di DPR ada Badan Kehormatan DPR sebagai kontrol bagi anggota DPR dalam hal pelaksanaan tata tertib dan kode etik, sejauh mana efektivitas lembaga ini?

Ya harus kita akui keberadaan Badan Kehormatan memberikan dampak positif bagi pencitraan DPR, tetapi disisi lain juga ada semacam paradoks, ketika kasus tertentu Badan Kehormatan sepertinya enggak punya taring dan tidak bersikap tegas. Hal ini nampak dalam kasus voucer pendidikan dan beberapa kasus suap lain, Badan Kehormatan sepertinya tidak terlalu antusias melakukan penyelidikan dan penindakan terhadap anggota DPR yang melanggar. Kemudian anggota DPR yang melakukan korupsi waktu, tidak pernah masuk tetapi mengisi absen, itu sebenarnya korupsi waktu, karena mereka telah berkhianat dan menerima gaji buta, itu sama saja tidak bermoralnya dengan orang-orang melakukan tindakan korupsi secara material.

Yang pasti memang masih banyak kelemahan-kelemahan di DPR yang masih harus menjadi kontrol publik, kita tidak bisa semata-mata hanya mengandalkan Badan Kehormatan.

Apakah Anda pernah memantau langsung seberapa banyak anggota DPR yang benar-benar punya masalah moralitas?

Saya gak punya data pastinya, berapa persen orang-orang DPR yang bermasalah secara moral. Tapi tidak dapat dipungkiri, memang ada kecenderungan anggota DPR kita lalai dengan tanggung jawabnya. Selain itu anggota DPR kita sering menggunakan kesempatan untuk merekayasa pendapatannya, apakah melalui kunjungan kerja atau studi banding, itu semua rekayasa, tapi saya bisa memaklumi bahwa memang ada banyak pihak yang menyebutkan, sesuangguhnya penghasilan anggota DPR kita masih jauh dari apa yang diharapkan.

Karena mereka sampai sekarang belum mempunyai pembiayaan yang pasti, untuk menggaji staf ahli mereka, dan diketahui pula bahwa gaji yang diterima anggota tidak lebih dari 40 persen, karena sekian persen harus dipotong untuk sumbangan ke partai, ke fraksi, belum lagi kalau ada konstituen yang datang ke DPR dan mereka minta dibiayai untuk kembali ke daerahnya.

Belakangan sedang hangat kasus anggota Dewan yang melakukan tindakan asusila, apa yang seharusnya dilakukan oleh Badan Kehormatan terhadap anggota Dewan itu?

Pertama BK harus lebih konsisten dengan peraturan yang dia dibuat, dia terapkan, dan dia tetapkan. Kalau ada indikasi penyimpangan pelanggran etika dari anggota DPR mestinya BK tidak boleh diskriminatif, jangan karena partai kecil lalu diberikan hukuman besar, tapi menyangkut partai besar dilindungi. Hal-hal ini yang kemudian justru akan menimbulkan resisten dengan aturan –aturan itu. Saya kira perlahan namun pasti akan tumbuh kepercayaan, bukan hanya dari anggota DPR sendiri tapi juga dari masyarakat.

Tak adakah satu saja hasil kerja DPR yang memuaskan masyarakat?

Kalau kita mau jujur, apa yang dilakukan oleh anggota DPR ini banyak yang mengecewakan masyarakat, seperti dalam kasu impor beras dan kenaikan BBM, tidak ada partai yang betul-betul konsisten menolak, hanya PDIP saja yang terlihat berkeras, selebihnya munafik semua.Ya, di sisi lain kita juga bisa memastikan bahwa parat Demokrat dan Partai Golkar, akan lebih banyak mendukung kebijakan pemerintah, dan ada pula partai yang hanya gembar-gembor mengatakan menolak impor beras, tapi faktanya mereka diam dan memilih mendukung rencana itu. Jadi tentu untuk saat ini dapat dikatakan, tidak ada lagi partai yang sungguh-sungguh konsisten memperjuangkan kepentingan rakyat, apalagi petani.

Oleh karena itu kalau mau konsisten tentang etika dan moral, maka banyak sekali pelanggaran yang sudah dilakukan oleh anggota DPR, banyak sekali fraksi-fraksi yang mengkhianati rakyat. Hal nyata terjadi pada kebijakan impor beras dan kenaikan BBM. Sehingga melihat fakta ini, saya menegaskan, tidak ada lagi partai yang berhak mengatakan paling bersih, amanah, karena kenyataannya mereka tidak sesuai dengan harapan masyarakat. (novel)