KH Ahmad Cholil Ridwan, Lc: Maknai Fenomena Keajaiban Alam untuk Dekatkan Diri Pada Allah Swt

Belakangan ini, terjadi fenomena "keajaiban" yang menjadi perbincangan masyarakat dari mulut ke mulut atau tersebar melalui milis. Misalnya saja, ketika terjadi bencana tsunami, beredar gambar-gambar gelombang tsunami yang membentuk lafal Allah, juga ketika terjadi ledakan pipa gas Pertamina di areal luapan lumpur Sidoarjo yang apinya membentuk tulisan lafal Allah, kemudian kasus terong ajaib yang bertuliskan kata Allah di Bekasi, Jawa Barat dan yang terakhir, seorang warga di kawasan Cinere-seperti dilansir situs terkemuka-mengaku berhasil memotret gumpalan awan di langit yang membentuk lafal Allah dan Muhammad, beberapa saat sebelum terjadi angin puting beliung di daerah itu.

Fenomena-fenomena ini tentu saja sangat menarik dan sebagian masyarakat mengaitkannya dengan berbagai peristiwa bencana alam yang beruntun melanda negeri ini. Pertanda apakah fenomena-fenomena ini dan bagaimana sudut pandang Islam melihatnya? Berikut bincang-bincang eramuslim dengan Kyai Haji Ahmad Cholil Ridwan, Lc, ketua Dewan Dakwah Islamiyah Indonesia Pusat (DDII) yang juga salah satu ketua Majelis Ulama Indonesia.

Belakangan ini banyak masyarakat yang mengaku melihat "keajaiban" melihat lafal Allah di awan, dalam ledakan api luapan lumpur Lapindo, dan lainnya. Bagaimana anda melihat fenomena seperti ini dari sudut pandang Islam?

Dari sisi akidah, ayat pertama dari Surat Al-Fatihah yang selalu kita baca dalam sholat, Bismillahirahmanirahim, kata rabulallamin ini berarti seluruh alam ini diatur oleh Allah. Dikerahkan oleh Allah, tidak ada alam begini dan begitu diluar daripada kehendak Allah. Rabb artinya pencipta, pengatur penentu dan pemelihara untuk rabullalamin. Jadi apapun yang terjadi di alam ini, termasuk hal-hal yang aneh, yang menurut akal manusia tidak beriman itu kebetulan, tidak lepas dari kehendak Allah. Tidak ada yang lepas dari kehendak Allah bukannya kebetulan, semua itu aturan Allah. Bahasa Al-Quran, itu takdir Allah, kalau pun itu memang ada, itu kemauan Allah, memberikan isyarat bahwa itu diatur atas kehendak Allah.

Ada ilmuan Eropa, saya pernah membaca dalam sebuah buku, memang ada parit yang mengeliling bola bulan itu. Parit itu tembus, seolah-olah bulan itu dua kepingan yang disatukan. Hal itu dihubungkan dengan mukjizat Nabi Muhammad saw, ketika orang Makkah tidak percaya beliau nabi. Beliau berhasil membelah bulan, kemudian disatukan lagi dengan gerak jarinya. Itulah yang dinamakan mukjizat, yang merupakan takdir Allah, yakni kemampuan Allah yang tidak bisa dijangkau kemampuan berfikir manusia.

Apakah fenomena itu bisa kita anggap sebagai peringatan dari Allah pada manusia?

Itu tidak mesti, tidak ada dalil yang mengatakan seperti itu. Sama seperti gerhana, ketika cucu Nabi lahir, lalu orang menghubung-hubungkan gerhana dengan kelahiran Hasan-Husein. Nabi Muhammad SAW mengatakan tidak ada hubungannya dengan itu. Gerhana itu satu fenomena alam yang ditakdirkan Allah. Allah yang membuatnya. Secara khusus belum ada dalil yang mengatakan kalau ada keanehan dialam, akan terjadi sesuatu itu tidak ada. Kalau tanda-tanda hari kiamat itu ada, memang ada hadistnya, karena pernah sahabat menanyakan pada Nabi kapan kiamat, masih lama. Tetapi tanda-tandanya ada, misalnya, jumlah wanita lebih banyak dari laki-laki, turunnya Imam Mahdi al-Mutajam, banyaknya masjid tapi jamaahnya tidak ada.

Apakah maksudnya kita jangan terlalui mengaitkan fenomena-fenomena semacam itu dengan hal-hal lain?

Iya.

Kalau dikait-kaitkan dengan hal lain bisa mengarah syirik?

Oh ya dong, karena itu sudah mengenyampingkan tuhan. Bisa saja itu terjadi supaya manusia ingat dengan Allah, dengan itu ia bisa lebih beriman dan bertakwa, itu saja. Semua hal yang luar biasa, entah dalam bentuk bencana atau sifatnya keanehan itu tidak lebih untuk mengingatkan manusia kepada Allah dan kekuasaan Allah untuk memberikan nikmat atau azab. Jadi manusia kembali taat kepada Allah SWT.

Bagaimana sebaiknya umat Islam menyikapi fenomena-fenomena ini?

Saya pikir umat Islam itu harus bersyukur bahwa Islam itu ajaran yang benar. Bahkan diharapkan orang bisa tertarik dengan Islam karena adanya peristiwa itu. Kita wajib bersyukur kepada Allah, dan mendekatkan diri pada Allah, berbuat kebaikan, serta mengerjakan yang disunnahkan, seperti sedekah.

Dengan adanya fenomena yang luar biasa ini Allah seolah-olah menampakan dirinya, bahwa Aku ini ada. Karena manusia sering tidak sadar bahwa Allah itu ada, tapi manusia berbuat sewenang-wenang, saya melihat itu maknanya.

Kalau dihubungkan dengan ini-itu tidak boleh, jadi syirik. Haram itu. Misalnya saja ketika mendengar burung celepuk, terus dibilang akan ada yang meninggal, atau bunyi tokek ketika akan berangkat tidak jadi pergi, hukumnya haram mempercayainya hal-hal tersebut. Itu Khurafat namanya. Khurafat adalah satu kepercayaan yang tidak ada dasarnya, tidak ilmiah, tidak masuk akal. Harus dihindari karena mengarah pada syirik, jadi seolah-olah menganggap Tuhan tidak ada.
Berarti sama dengan kepercayaan Fira’un yang mengumpulkan ahli nujum untu melawan Musa. Kita justru harus kembali pada surat Al-Fatihah, yang 17 kali kita membacanya, harus dihayati, semua yang terjadi dialam ini tidak lepas dari takdir Allah SWT. Rabulallamin itu, rububiyah, itu iman kita. (noffel)