KH Hasyim Muzadi: Penarikan Pasukan AS dan Rekonsiliasi Nasional, Kunci Perdamaian di Irak

Konferensi Pemimpin Umat Islam Dunia di Bogor yang dilakukan selama dua hari 3-4 April 2007 kemarin, menghasilkan sebuah kesepakatan "Deklarasi Bogor." Salah satu poin poin penting dari deklarasi ini adalah perintah agar pasukan koalisi Amerika Serikat keluar dari Irak. Point ini-seiring dengan makin menguatnya tuntutan masyarakat dunia terhadap penarikan mundur pasukan AS dari Irak, makin menegaskan bahwa kehadiran pasukan koalisi pimpinan AS di Irak, tidak ada manfaatnya dan hanya membuat situasi Irak makin buruk.

Terkait perkembangan Irak, Ketua PBNU KH. A. Hasyim Muzadi menyatakan bahwa pertikaian Sunni-Syiah yang terjadi di Negeri 1001 Malam itu, tidak lepas dari keberadaan agresor AS. Disisi lain, ia mengkritik masih lemahnya ukhuwah di kalangan para pemuka Muslim di Irak sendiri. Berikut perbincangan Eramuslim dengan KH. Hasyim Muzadi yang juga menjabat sebagai Sekretaris Jenderal International Conference of Islamic Scholars (ICIS);

Anda optimis pertemuan di Bogor kemarin dapat menyelesaikan konflik antara Sunni-Syiah yang terjadi di Irak?

Ini memang baru awalan, tetapi tetap bermanfaat karena dari pertemuan ini diperoleh adanya kesamaan visi dan kemauan bersama, tetapi untuk mencapai tujuan sesungguhnya masih diperlukan beberapa tahap lagi. Tahap kedua misalnya, melakukan konsultasi dengan pihak-pihak yang secara signifikan berpengaruh dalam mengurangi ketegangan baik dalam dimensi wacana, spiritualisme agama, maupun pengendalian di lapangan. Karena itu kita akan membentuk tim kecil untuk mengkaji dan juga akan kita pikirkan lagi kira-kira tahap kedua itu konsepnya akan seperti apa, tempatnya di mana, sehingga memungkinkan berkumpulnya elemen-elemen yang dibutuhkan, itupun dalam dimensi civil society, sebab Irak terkait dengan masalah hegemoni.

Dan kenapa kita mau bersusah-susah untuk mengupayakan penyelesaian di Irak ini, karena sesuai dengan amanat konstitusi RI, selain itu juga para pemimpin umat Islam memandang agresi Irak adalah agresi terbesar yang terjadi di abad ini, setelah perang dunia II berakhir, sehingga negara tersebut memerlukan rehabilitasi dari berbagai dimensi secara total.

Menurut Anda, pertemuan kemarin sukses dengan "Deklarasi Bogor"nya meski tanpa kehadiran wakil dari Irak?

Perlu adanya pemetaan dan penyamaan visi, tetapi ini belum efektif berjalan, karena implementatornya tidak ada. Namun seandainya mereka datang itu dapat sekaligus diselesaikan, karenanya kita akan mengirim dua atau tiga orang untuk menemui implementatornya di Irak.

Anda sebelum pertemuan ini pernah mengatakan tidak terlalu optimis hasil pertemuan akan menghasilkan solusi bagi Irak, mengapa?

Sikap pesimis saya ini ada gunanya, memang jumlah pesertanya kurang memperhitungkan situasi, karena mereka umumnya sangat berpengaruh di lapangan, tapi tidak apa-apa, karenakan separuh lagi bisa dipertemukan pada tahap kedua, seperti yang saya katakan tadi. Ini memang masalah kompleks dan sangat tumpang tindih. Sunni-Syiah bertengkar, yang lain intervensi, jadi ada ekses baru di sana. Di Baghdad, tujuh negara tetangganya belum dapat melakukan upaya yang signifikan untuk menghentikan kontak senjata. Jadi prakarsa yang dilakukan Indonesia ini sudah luar biasa.

Anda kecewa dengan ketidakhadiran wakil dari Irak?

Saya sangat menyayangkan ketidakhadiran itu, karena capeknya jadi dua kali. Tapi kondisinya memang seperti itu, mudah-mudahan tahap kedua tidak seperti itu. Sehingga tidak perlu ada gangguan, kita harus berhenti memvonis, itu semua tidak berguna, jadi biar tidak berguna harus dilakukan bertahap.

Sebenarnya pertemuan seperti ini akan dibawa ke mana, karena upaya penyelesaian konflik Irak tidak pernah berhasil dan konflik di sana tak kunjung padam?

Banyak hal sudah disampaikan dalam konferensi ini, namun yang terpenting untuk penyelesaian konflik Irak adalah pasukan AS segara meninggalkan Irak. Semua sepakat jika AS meninggalkan Irak ada kevakuman, namun para peserta belum mengetahui dampak sesudah itu. Karena itu dalam Rekomendasi Deklarasi Bogor, langkah itu didahului dengan rekonsiliasi nasional, sehingga tidak ada kevakuman, dan ada satu dua peserta yang meragukan jika pasukan AS digantikan dengan pasukan Islam, tetapi pihak Indonesia dapat menerima usulan tersebut, sebab selama ini Indonesia bersikap lebih netral, serta tidak mempunyai kepentingan selain menciptakan perdamaian dan rekonsiliasi.

Menurut Anda, siapa sebenarnya pemicu konflik antar Sunni-Syiah di Irak?

Saya menganggap konflik ini datang dari para agresor dan masyarakat bawah terbawa dalam konflik horizontal. Saya kira para pemimpin Sunni-Syiah sudah bisa hidup secara rukun. Tapi apakah efektif, ini semua harus didorong. Bagi rakyat, ini konflik agama. Tidak cukup himbauan, harus ada pengaruh dan kekuatan untuk menghentikannya. Baru kemudian ada rekonsiliasi mental dan moral bahwa memang ada korban dari sebuah gerakan terselubung. Ini bisa dilihat persamaannya dengan konflik yang terjadi di Maluku, di sana juga konflik yang dirasakan menjadi konflik agama, di situ ada dendam kekuasaan dan sejarah. Sehingga perlu ada pendekatan-pendekatan politis. Kita juga tidak bisa menginginkan AS secara suka rela menarik pasukannya, meskipun dalam negerinya sendiri ada berbagai desakan. Jalannya memang masih panjang.

Namun kita melihat, pendudukan AS juga telah menimbulkan dendam di kalangan rakyat Irak. Selain adanya proses pembusukan dari luar, perpecahan dan kerusakan di kalangan Islam ini juga merupakan kesalahan dari umat Islam sendiri. Karena itu, harus ada penataan internal dalam kerangka ukhuwah Islamiyah

Menurut analisa anda kenapa konflik Irak diarahkan ke konflik Sunni-Syiah, sejauh mana peran agresor asing dalam konflik tersebut?

Itu supaya yang agresi menangnya secara "gratisan", daripada dia sendiri yang menghadapi Sunni-Syiah lebih baik, kedua kelompok itu saja yang dibuat bertempur sendiri.

Setelah Deklarasi Bogor, upaya apalagi yang akan dilakukan dunia Islam untuk perdamaian di Irak?

Saya dengan beberapa teman harus keliling lagi medatangi mereka yang tidak hadir, supaya terdapat keutuhan kembali. Dalam kondisi itu dapat disusun kembali mana yang akan berbicara tentang wacana, mana yang berbicara tentang keilmuan, dan mana yang harus mengendalikan situasinya. Semua akan diatur kembali. (novel)