Noam Chomsky: Sepak Terjang AS-Israel Radikal dan Langgar Hukum Internasional

Noam Chomsky, profesor bidang linguistik di Massachusetts Institute of Technology (MIT) menilai, apa yang telah dilakukan Israel di Libanon dan Palestina selama ini dengan dukungan AS, merupakan bukti pelanggaran kedua negara itu atas hukum internasional.

Chomsky yang terkenal vokal mengkritik kebijakan-kebijakan pemerintahan Bush memperkirakan, dukungan terhadap Hizbullah di Timur Tengah akan makin meluas dan menguat. Sementara AS dan Israel harus siap menghadapi ancaman ‘balasan’ sebagai akibat dari kebijakan mereka sendiri di wilayah Timur Tengah.

Dalam wawancara dengan Kaveh Afrasiabi, pendiri dan direktur Global Interfaith Peace yang juga mantan profesor bidang politik di Universitas Tehran, Chomsky mengungkapkan pandangan-pandangannya tentang sepak terjang Israel dan AS di Libanon dan Palestina. Berikut petikannya wawancaranya yang dipublikasikan oleh situs Information Clearing House;

Anda setuju dengan argumentasi bahwa agresi militer Israel ke Libanon ‘dibenarkan secara legal dan moral’?

Invasi itu sendiri sudah merupakan pelanggaran hukum internasional yang serius dan dilihat dari cara kerjanya, Israel sudah melakukan sebuah kejahatan perang besar. Tidak ada dasar hukum yang membenarkan tindakan itu.

Dari sisi moral yang digunakan sebagai pembenaran agresi itu nampaknya adalah penawanan dua serdadu dalam sebuah penyerbuan di perbatasan, membunuh serdadu yang lainnya, yang dianggap sebagai kejahatan yang menghinakan.

Kita sangat tahu bahwa Israel, AS dan negara-negara Barat lainnya, serta kelompok yang kerap menyuarakan pemikiran Barat, tidak percaya perkataan seperti itu. Sudah ada bukti yang cukup bahwa mereka mentoleransi kejahatan Israel di Libanon yang didukung oleh AS, termasuk empat invasi yang dilakukan Israel sebelumnya, penjajahan yang telah melanggar perintah-perintah Dewan Keamanan selama 22 tahun, rangkaian pembunuhan serta penculikan.

Sebut saja satu saja pertanyaan yang oleh setiap jurnal seharusnya dijawab; Kapan sebenarnya Nasrallah (Hassan Nasrallah, pemimpin Hizbullah ) memegang tampuk kepemimpinan? Jawabnya: Ketika pemerintahan Rabin melakukan kejahatannya yang meluas di Libanon, membunuh Syeikh Abbas Mussawi beserta isteri dan anak-anaknya dengan misil-misil yang ditembakkan dari helikopter AS. Nasrallah kemudian dipilih sebagai penerusnya.

Itu baru satu dari kasus-kasus yang tak terhitung banyaknya. Kasus itu, setidaknya, menjadi alasan mengapa pada akhir Februari lalu 70 persen rakyat Libanon menyerukan penawanan tentara-tentara Israel untuk ditukar dengan tawanan warga Libanon.

Solusinya, secara dramatis dijawab dengan kekerasan yang terjadi kemarin, yang dimulai dengan penawanan Kopral Gilad Shalit (serdadu Israel) pada tanggal 25 Juni. Barat dalam ‘kronologi’nya menyebut peristiwa itu sebagai pemicu. Padahal, sehari sebelum penawanan Shalit, pasukan Israel menculik dua warga sipil di Gaza, seorang dokter dan saudara laki-lakinya. Israel menjebloskan keduanya ke penjara, seperti banyak warga Palestina lainnya yang diculik dan dijebloskan ke penjara tanpa tuduhan apapun.

Menculik warga sipil merupakan kejahatan yang jauh lebih buruk dibandingkan dengan menawan sejumlah tentara. Respon Barat terhadap masalah ini; hanya melontarkan komentar-komentar sederhana, atau diam saja. Media-media besar bahkan tidak tergerak untuk membuat berita tentang hal ini. Kenyataannya menunjukkan dengan sangat jelas, dari sisi moral manapun tidak ada pembenaran terhadap eskalasi serangan di Gaza atau penghancuran Libanon dan apa yang ditunjukkan Barat dengan kemarahannya soal penawan serdadu Israel tidak lebih sebagai tipuan.

Anda sepakat dengan pendapat sebagian besar orang yang mengatakan bahwa Israel berhak mempertahankan diri dari para musuhnya yang mengambil keuntungan atas mundurnya Israel dari Gaza, yang menyebabkan konflik Arab-Israel yang baru-baru ini terjadi?

Israel tentu saja punya hak mempertahankan diri, tapi tak satupun negara yang berhak untuk ‘mempertahankan’ wilayah yang dijajahnya. Ketika Mahkamah Internasional mengecam ‘dinding pemisah’ Israel, bahkan seorang hakim AS Buergenthal menyatakan bahwa dinding pemisah yang diklaim untuk melindungi pemukiman Israel itu merupakan fakta pelanggaran Israel terhadap hukum kemanusiaan internasional. Karena keberadaan pemukiman itu sendiri ilegal.

Israel mengumumkan penarikan mundur ribuan pemukim ilegal dari Gaza, bersamaan dengan rencana ekspansinya di Tepi Barat. Rencana itu kini bahkan diformalkan oleh Perdana Menteri Ehud Olmert dengan dukungan AS, sebagai sebuah program aneksasi terhadap tanah-tanah yang subur dan sumber-sumber penting (khususnya air) serta pembangunan kantong-kantong pemukiman Yahudi di wilayah-wilayah Palestina. Kantong-kantong pemukiman itu terpisah satu dengan yang lainnya dan dari apapun di wilayah Yerusalem yang seharusnya menjadi milik rakyat Palestina.

Semua wilayah dikepung, sejak Israel mengambilalih desa Yordan. Sama halnya dengan Gaza, yang masih terkepung dan Israel bisa melakukan serangan kapanpun mereka mau.

Gaza dan Tepi Barat, oleh AS dan Israel dipandang harus dalam satu kesatuan. Itulah sebabnya, Israel masih menguasai Gaza. Israel tidak bisa mengklaim mempertahankan diri di atas wilayah Palestina yang dijajahnya. Israel dan AS-lah yang secara radikal sudah melanggar hukum internasional. Keduanya kini sedang mencari jalan dengan membuat rencana-rencana jangka panjang untuk menghapus hak-hak bangsa Palestina selamanya.

AS menolak seruan gencatan senjata dengan alasan bahwa dunia ingin kembali ke status quo, tapi kita menyaksikan seperti yang terjadi di masa lalu, yaitu penjajahan kembali wilayah Libanon dan Libanon terjebak dalam kekacauan politik. Menurut Anda, apakah kebijakan AS dengan menolak gencatan senjata sudah tepat?

Kebijakan itu tepat dari sisi pandang mereka yang ingin memastikan bahwa Israel pada saat ini harus sudah menjadi basis militer dan pusat teknologi AS, mendominasi wilayah Timur Tengah tanpa memperhatikan tata aturannya, seperti yang telah mereka lakukan untuk menghancurkan Palestina. AS-Israel ingin mendapatkan keuntungan lainnya, seperti menghapus halangan lainnya yang ada di Libanon, jika AS dan Israel memutuskan untuk menyerang Iran.

AS-Israel mungkin juga berharap bisa membangun ‘rejim’nya di Libanon, seperti yang diinginkan Ariel Sharon saat menginvasi Libanon pada 1982, dengan menghancurkan Libanon dan membunuh sekitar 15 ribu sampai 20 ribu orang di sana.

Akan seperti apa krisis di Libanon dan Palestina dalam jangka pendek dan jangka panjang?

Kita tidak bisa banyak memprediksi. Terlalu banyak ketidakpastian. Konsekuensi yang paling mungkin terjadi, dan pasti akan diantisipasi oleh AS dan Israel, adalah makin meningkatnya aksi terorisme sebagai bentuk kemarahan dan kebencian yang ditujukan langsung pada AS, Israel dan Inggris.

Kemungkinan lain, Nasrallah apakah dia akan selamat atau terbunuh, akan menjadi simbol perlawanan yang penting atas agresi Israel dan AS. Hizbullah sudah menjadi fenomena yang mendapatkan dukungan dari hampir 87 persen rakyat Libanon. Perlawanan Hizbullah menjadi energi atas munculnya opini bahwa organisasi ini akan menguat. Bahkan ketika negara-negara sekutu AS mengatakan bahwa,"Jika pilihan damai ditolak karena arogansi Israel, satu-satunya opsi untuk berperang tetap berlaku, dan tak seorangpun tahu bagaimana reaksi yang akan terjadi di Timur Tengah. Perang dan konflik tidak akan memberi ruang bagi siapapun, termasuk mereka yang memiliki kekuatan militer dan sekarang digoda untuk ikut bermain dalam bara api. Itu dari Raja Arab Saudi, Raja Abdullah yang tahu lebih banyak tahu apa yang terjadi daripada sekedar mengecam AS secara langsung.

Langkah-langkah apa yang anda rekomendasikan untuk mengakhiri permusuhan ini dan untuk membangun perdamaian abadi?

Langkah mendasar sudah sangat dikenal, yaitu gencatan senjata dan pertukaran tahanan, penarikan mundur pasukan penjajah (Israel), dilanjutkannya dialog nasional di Libanon, konsensus yang diterima seluruh dunia internasional atas pendirian dua negara Israel dan Palestina yang selalu diblokade secara sepihak oleh AS dan Israel selama 30 tahun ini. Dan masih banyak lagi langkah lainnya, tapi langkah-langkah itulah yang paling penting. (ln)