Tariq Ramadhan: Ketika Bush Menyebut Islam Itu Damai, Sama Sekali Tidak Berarti Apa-Apa


Tariq Ramadhan akhirnya mau tak mau selalu dihubung-hubungkan dengan nama Ikhwan. Bagaimana tidak, ia adalah cucu dari Imam Syahid Al-Bana. Tariq lahir dan tinggal di Swiss, dan sepanjang karirnya, ia mencoba untuk mencari berbagai titik temu antara Barat dan Islam, sekularisme dan keyakinan, bahwa semua itu akan bisa hidup damai berdampingan.

Pada era George W Bush, ia dilarang memasuki wilayah Amerika. Sekarang, larangan itu sudah dicabut. Berikut ini adalah petikan wawancaranya dengan Foreign Policy baru-baru ini.

Apa fokus Anda sebenarnya selama ini?

Saya sangat tertarik pada apa yang namanya solidaritas. Setelah lulus, saya pergi ke Amerika Selatan dan memulai dialog antaragama. Inilah titik balik dimana saya mulai memercayai keyakinan saya sepenuhnya. Saya melihat banyak orang miskin dan bagaimana mereka begitu mempertahankan keyakinan mereka. Itu adalah jawaban dari semua perjalanan saya.

Tapi di Jerman, Kanselir Angela Merkel mengatakan bahwa multikultur sudah gagal….

Tidak. Kenyataannya semua itu berjalan dengan baik. Sebenarnya hanya ada dalam pikiran kita saja bahwa Islam dan Barat itu tidak bisa berintegrasi. Sukses dari integrasi dua hal itu bukan untuk dibicarakan.

Bagaimana menurut Anda tentang George Bush—mantan Presiden AS itu?

Ketika ia menyebut Islam sebagai agama yang damai, itu sama sekali tidak berarti apa-apa. Ia bisa saja menyebut Islam itu sebagai agama perang, seperti Kristen atau Yudaisme. Ketika saya berpergian ke banyak negara Muslim, saya selalu bilang: kita ini bukan korban. Tapi orang –orang di negara Muslim, selalu merasakan dalam posisi sebagai korban.

Anda selalu menjadi target dari orang-orang yang populis dengan agenda yang spesifik….

Biar saja. Politisi selalu bermain untuk pemilu berikutnya. Saya berkiprah untuk generasi saya berikutnya…

Pendapat Anda tentang perang Afghanistan?

Amerika tak akan pernah menang di Afghanistan. Mereka sudah kalah, bahkan. Untuk negara-negara Muslim, masalahnya adalah rasa frustasi terhadap Amerika begitu dalam, dan semua negara Muslim ini gembira, AS sudah kalah di Afghanistan. Tapi banyak orang tidak tahu dan tidak paham apa yang akan menjadi lebih buruk lagi terhadap Afghanistan daripada keadaan yang sekarang ini tengah terjadi. (sa/foreignpolicy)