Jujur Pada Kata

Istilah lainnya yang setahun lalu dipopulerkan penguasa adalah “Meroket”. Dia bilang, “September nanti ekonomi Indonesia akan meroket…,” ujarnya kepada wartawan sembari tangannya bergerak ke atas. Itu setahun lalu. Tapi kenyataannya, boro-boro meroket, yang ada adalah Menukik. Meroket itu naik ke atas secara vertikal. Sedangkan Menukik itu turun ke bawah secara vertikal. Beda sekali.

Demikian pula dengan istilah “Penyesuaian Harga” untuk menyatakan “Kenaikan Harga”. Dan sebagainya, dan sebagainya. Eufimisme atau pengkhianatan kejujuran sebuah kata, memang banyak digunakan oleh pihak yang berkuasa untuk menipu kesadaran rakyat. Utang disebut bantuan. Padahal utang ya utang yang harus dan wajib di bayar, berikut dengan bunganya. Sedangkan bantuan atau hibah, sama sekali tidak menuntut pembayaran.

Bertrand Russel, esais Inggris dalam salah satu esainya menulis jika penguasa yang zalim memang berkepentingan untuk melakukan tipuan terus-menerus terhadap kesadaran rakyatnya agar kekuasaannya bisa terus berjalan dengan aman. Ini sejalan dengan pendapat kaum New Left yang berkumpul di dalam Frankfurt Institut yang dimotori Herbert Marcuse dan Max Horkheimer yang mengatakan jika penguasa menciptakan kesadaran palsu di tengah rakyat agar rakyat tidak bisa membedakan mana kesejatian yang tengah berlangsung dan mana yang palsu. Lagi-lagi, penguasa melakukan itu demi melanggengkan kekuasaannya.

Media massa sebagai corong intelektual, agen pengubah masyarakat, agen pencerah rakyat, seharusnya bersikap jujur di dalam memilih diksi di dalam pemberitaannya.  Pena itu lebih tajam ketimbang pedang. Itu yang harus benar-benar dipahami. Namun di masa sekarang, media massa yang memang kebanyakan dimiliki oleh para pemilik modal yang berkelindan dengan elit kekuasaan, telah diubah keberadaannya menjadi hanya semacam mesin propaganda untuk mempertahankan status-quo. Yang seperti ini sesungguhnya tidak bisa dimasukkan ke dalam golongan media massa, namun lebih tepat disebut sebagai media propaganda. Karena, selaras dengan istilah dari Julien Benda, media seperti ini sudah memposisikan dirinya sama dengan pelacur. Pengkhianatan kaum intelektual.