Apakah Israel Sahabat Sejati Turki?

Seorang sahabat tidak akan mendorong sahabatnya menjadi mabuk. Ini slogan lama orang-orang Amerika. Lalu, apa kaitannya dengan kunjungan Menhan Israel Ehud Barak ke Turki baru-baru ini? Sebenarnya, terasa aneh, ketika para pejabat Israel tidak berani meninggalkan negaranya, karena takut ditangkap akkibat kejahatan perang yang dilakukannya, justru Turki menerima Ehud Barak.

Selama ini Israel tidak dapat menunjukan sikap yang dapat hidup berdampingan secara damai dengan negara lainnya, termasuk Turki. Sikap Israel yang sangat tidak dapat dipercaya itu, justru membahayakan bagi prospek masa depan Israel untuk dapat hidup berdampingan dengan negara lainnhya.

Kunjungan Ehud Barak ke Turki itu, ditengah-tengah ketegangan hubungan diplomatik, antara Turki dengan Israel. Hal disebabkan tindak-tanduk Israel yang sangat agresif, dan terus melakukan aksi militer terhadap negara-negara tetangganya, termasuk belum lama melakukan invasi ke wilayah Gaza, yang menimbulkan bencana kemanusiaan. Hubungan Turki dengan Israel itu, diibaratkan Israel terus memberikan minuman ‘racun’ kepada temannya (Turki), dan sikapnya yang tidak roleran, yang sebenarnya akan membahayakan terhadap dirinya sendiri.

Puncak ketegangan belakangan ini, akibat drama yang diputar di telivisi Turki, yang dianggap menghina dan melecahkan Israel. Di mana agen intelijen Israel terlibat penculikan, dan kemudian pasukan Turki berhasil membebaskannya, di mana bendera Israel, bintang David nampak berlumuran darah. Ini menyebabkabn Deputi Menlu Israel, Danny Ayalon mememanggil Dubes Turki di Tel Aviv, melakukan protes, dan menempatkan Dubes Turki pada posisi yang tidak selayaknya,yaitu duduk di sofa yang lebih rendah duduknya dibandingkan dengan Ayalon.

Kecaman Perdana Turki Erdogan kepada Presiden Shimon Peres, saat berlangsung pertemuan ekonomi dunia di Davos (Swiss), menyebabkan hubungan diplomatik kedua menjadi merenggang. Masih dilanjutkan dengan pembatalan latihan militer Nato, yagn didalamnya terdapat Israel, yang oleh Turki dibatalkan secara sefihak.

Dalam masalah nuklir Iran, posisi Turki justru lebih membela Iran, dan bahkan ketika berkunjung Washington dan bertemu dengan Presiden Barack Obama, sikap yang ditunjukkan Perdana Menteri Turki, Erdogan menolak untuk melakukan tekanan kepada Iran, dan menjadi penengah. Inilah yang sebenarnya tidak diharapakan oleh Israel. Di mana Turki tidak dapat bersikap tegas terhadap Iran. Justru Turki menganggap Israel menjadi ancaman keamana Timur Tengah, karena memiliki 200 hulu ledak  berkepala nuklir yang sampai sekarang Israel selalu menolak menandatangani perjanjian penghapusan senjata nuklir.

Israel sangat mengecewakan Turki, di mana sikap Israel yagn bertambah agresif sejak berkuasanya  Perdana Menteri Benyamin Nenyahu yang terus memperluas pemukiman baru warga Yahuhi, dan membebaskan penduduk Arab dari wilayah Yerusalem Timur dan Tepi Barat. Israel juga menolak untuk kembali kke perbatasan wilayah sebelum perang tahun l967. Jadi apa arrtinya hubungan persahabatan antara Turki dengan Israel? Disatu sisi Turki ingin membela rakyat Palestina yang sekarang dijajah Israel, tetapi Israel justru memperkuat usaha-usaha penjajahahnnya.

Tidak ada ide yang pernah dilontarkan Perdana Menteri Yizhak Rabin, yang disebut dengan ‘Tanah untuk perdamaian’, karena Israel tidak mau meninggalkan tanah-tanah yang dijajah. Tapi,semuanya hanya ‘lip service’ dan tidak serius. Karena langkah itu tidak pernah mendapatkan dukungan di dalam negeri Israel, Amerika dan Uni Eropa.

Sekarang para pemimpin Israel menuduh bahwa Turki menuju negara ‘Islam’, dan menjadi tempat (camp) kaum fundamentalis. Karena, Turki berdiri pada posisi yang membela kepentingan rakyat dan negeri Islam, dan tidak mau tunduk dengan tekanan Israel dan Amerika.Meskipun, Turki negara sekuler, tapi dengan tegas membela rakyat Palestina dan mendukung perjuangan Hamas dalam menghadapi Israel.

Perdana Turki Recep Erdogan, bersama Hugo Chavez, dan sejumlah pemimpin negara lainnya, akan mengunjungi Gaza, sebagai bentuk penentangan atas blokade terhadap wilayah itu yang sudah berlangsung selama tiga tahun. (m/wb)