Pemerintahan Presiden Barack Obama nampaknya masih akan terseok-seok untuk memulihkan perekonomian negaranya dan untuk mewujudkan janji-janjinya pada rakyat AS, terutama janji Obama untuk memberikan layanan kesehatan dan pendidikan yang lebih baik, termasuk janji untuk menurunkan pajak.
Pemerinthan Obama harus realistis melihat kondisi keuangan negaranya yang masih mengalami gap yang cukup tajam antara pengeluaran dan pendapatan negara. Bahkan untuk pertamakalinya, AS mengalami defisit paling tinggi sepanjang sejarah perekonomian negara adidaya itu, yaitu sepanjang tahun fiskal 2008 yang masih tersisa tiga bulan lagi.
Data Departemen Keuangan AS menunjukkan, sepanjang tahun fiskal 2008, defisit AS sudah mencapai 1 triliun dollar lebih dan diperkirakan defisit anggaran ini akan terus membengkak sepanjang tahun fiskal 2008-2009. Besarnya defisit anggaran disebabkan karena pengeluaran negara yang cukup besar untuk membiayai program-program menangkal resesi dan program penyelamatan sejumlah institusi perekonomian AS. Kondisi keuangan AS makin parah karena harus memberikan perlindungan keuangan bagi para pekerja yang kena PHK dan meningkatnya jumlah pengangguran serta pendapat pajak negara yang menurun tajam.
Defisit tahun fiskal 2008 meningkat dratis dibandingkan defisit tahun fiskal 2007 yang hanya 455 milyar dollar. Besarnya defisit anggaran ini bukan hanya akan mempengaruhi program-program kesehatan dan pendidikan yang dijanjikan Obama, tapi juga akan menimbulkan kesulitan lain bagi pemerintah AS, antara lain makin bertumpuknya utang pemerintah, resiko meningkatnya laju inflasi, tekanan terhadap mata uang dollar dalam jangka panjang dan kemungkinan pemerintah untuk menaikkan pajak dan memotong berbagai pengeluaran negara.
Dengan demikian, janji Obama untuk menurunkan pajak tidak bisa terpenuhi, demikian pula janji untuk meningkatkan layanan publik.
Tingginya defisit anggaran AS juga menimbulkan kekhawatiran di kalangan para pemain asing yang membeli utang negara AS. "Angka sebesar itu sangat menakjubkan. Para investor asing dari China dan negara lainnya mulai khawatir bukan hanya terhadap mata uang dollar yang makin tertekan, tapi juga resah memikirkan nasib investasi mereka dalam jangka panjang," kata Sung Won Sohn, ekonom dari Smith School of Business, California State University.
Sejumlah observer mengungkapkan, tak ada pilihan lain bagi Departemen Keuangan AS selain menawarkan bunga tinggi bagi mereka yang ingin membeli utang-utang AS, agar prospek utang AS tetap menarik peminat dalam jangka panjang.
AS sebenarnya sudah mengalami masalah besar dalam anggaran negaranya, jauh sebelum resesi ekonomi melanda dunia. Pemotongan pajak dan biaya perang di Irak, menjadi pemicu utama defisit anggaran AS. Anggaran AS mengalami "pendarahan" setelah krisis finansial melanda sejumlah institusi keuangan di negeri itu. Kongres terpaksa menyetujui pengeluaran negara sebesar 700 miliar dollar untuk keperluan bailout dan pengeluaran sebesar 787 milyar dollar untuk paket stimulus guna mendorong pemulihan pemulihan ekonomi.
Tapi paket stimulus dan program penyelamatan yang dilakukan pemerintahan Obama tidak efektif karena perekonomian AS tetap jalan di tempat dan belum menunjukkan tanda-tanda akan kembali normal. Pemerintahan Obama kembali mengambil ancang-ancang untuk meluncurkan paket stimulus ekonomi babak kedua. Wacana itu sudah dilontarkan seorang senator senior dari Partai Demokrat yang meminta agar legislatif AS mempertimbangkan paket stimulus itu.
Jika AS tidak bisa menyelamatkan perekonomiannya, bisa dipastikan AS lagi-lagi akan menjadi biang keladi krisis perekonomian global. (ln/bbc/aljz)