AS Kembali Jegal Draft Resolusi atas Serangan Israel ke Beit Hanun

Pertemuan khusus Dewan Keamanan PBB terkait dengan serangan brutal Israel ke Beit Hanun, diwarnai dengan kecaman terhadap Israel. Palestina menyebut Israel sebagai negara terorisme dan permohonan maaf Israel atas tragedi berdarah itu tidak tulus dan tidak bisa diterima lagi.

"Ini adalah terorisme. Ini adalah negara terorisme. Kejahatan-kejahatan perang ini, pelakunya harus diadili di bawah hukum internasional," kata Riyad Mansour, pematau PBB asal Palestina.

Pertemuan Dewan Keamanan PBB itu digelar atas permintaan 22 anggota Liga Arab, 57 negara anggota Organisasi Konferensi Islam dan 116 negara Gerakan Non Blok. Mereka mendesak PBB menggelar pertemuan setelah PM Israel Ehud Olmert menyebut serangan militernya ke Beit Hanun sebagai "kesalahan teknis." Sementara para pemimpin Palestina menyebut tragedi berdarah yang terjadi Rabu (8/11) dinihari itu sebagai pembantaian.

Utusan Israel di PBB, Daniel Carmon menyatakan tragedi Beit Hanun sebagai "ketidaksengajaan" dan menyampaikan "penyesalan mendalam." Ia berjanji akan berusaha agar peristiwa serupa tidak terjadi lagi.

Serangan Israel ke Beit Hanun memang sungguh keji. Serangan terjadi saat warga masih lelap dalam tidur. 18 warga Beit Hanun, 13 di antaranya adalah satu keluarga yang terdiri dari perempuan dan anak-anak, tewas seketika.

Riyad Mansur mengungkapkan, sejak akhir Juni, Israel sudah membunuh 450 warga Palestina di Jalur Gaza, menimbulkan kesedihan dan duka bagi warga Gaza hampir setiap hari.

Gencatan Senjata

Negara-negara Arab mengajukan draft resolusi pada Dewan Keamanan yang isinya permintaan agar diberlakukan gencatan senjata di Gaza yang dipantau oleh PBB, seperti yang diterapkan di Lebanon, pascaperang Israel-Hizbullah beberapa waktu lalu.

Namun usulan itu ditolak oleh sekutu dekat Israel, Amerika Serikat. Seperti biasanya, AS menentang intevensi Dewan Keamanan dalam konflik Timur Tengah dengan alasan tidak efektif melibatkan Dewan Keamanan untuk mengurai lingkaran kekerasan antara Arab-Israel.

Duta Besar AS untuk PBB John Bolton hanya meminta Israel untuk menyelidiki peristwa serangan itu, tapi menekan pemerintah Hamas agar bertanggung jawab untuk mencegah serangan ke Israel yang berasal dari Gaza.

"Kemajuan membutuhkan sebuah komitmen dari kedua belah pihak yang berkonflik," dalih Bolton.

Asisten bidang politik Sekjen PBB, Angela Kane menekan Israel agar tidak lagi menimbulkan korban di kalangan sipil Palestina dan berusaha lebih keras untuk mencegah serangan roket ke wilayahnya.

"Kami harap baik Palestina maupun Israel akan berhenti sejenak dan merenungkan fakta bahwa konflik antara mereka tidak akan selesai dengan kekuatan senjata dan harus dicari cara untuk melakukan negosiasi," ujarnya.

Sikap Negara-Negara Arab

Atas tragedi yang menimpa warga Beit Hanun, sejumlah menteri luar negeri negara-negara Islam menyiapkan pertemuan untuk membahas serangan Israel itu.

Juru bicara Arab Saudi menyatakan perlunya digelar sebuah konferensi secepat mungkin yang diikuti oleh semua kelompok yang terkait dengan persoalan Timur Tengah untuk mengakhiri pembantaian terhadap warga Palestina dan memberikan perlindungan pada mereka.

Emir Qatar Syeikh Hamad bin Khalifa al-Thani secara khusus menghubungi Presiden Mahmud Abbas lewat telepon, untuk menyampaikan kecaman terhadap agresi Israel di Beit Hanun dan korban yang ditimbulkannya.

Kecama serupa disampaikan Menlu Bahrain Ahmad al-Khalifa. Ia mengatakan, serangan-serangan Israel merupakan sebuah "kekalahan yang mengecewakan yang membuat Timur Tengah menuju ke arah yang membahayakan dengan konsekuensi yang suram."

Para Menlu anggota OKI dari Azerbaijan, Malaysia, Pakistan, Qatar, Arab Saudi, Senegal dan Yaman agar bertemu dengan para perwakilan dari Palestina pada 18 November mendatang.

Pertemuan itu digelar atas permintaan Presiden Palestina Mahmud Abbas lewat sambungan telepon dengan Sekjen OKI, Ekmeleddin Ihsanoglu. (ln/aljz)