Biografi Syaikh Muhammad Sa’id Ramadhan Al Buthi

Pembela Madzhab yang Empat

Syaikh Muhammad Sa’id Ramadhan Al Buthi mengasuh halaqah pengajian di masjid Damaskus dan beberapa masjid lainnya di seputar kota Damaskus, yang diasuhnya hampir tiap hari.

Majelis yang diampunya selalu dihadiri ribuan ja­ma’ah, laki-laki dan perempuan.

Selain mengajar di berbagai hala­qah, ia juga aktif menulis di berbagai me­dia massa tentang tema-tema keislaman dan hukum yang pelik, di antaranya ber­bagai pertanyaan yang diajukan kepada­nya oleh para pembaca.

Ia juga menga­suh acara-acara dialog keislaman di be­berapa stasiun televisi dan radio di Timur Tengah, seperti di Iqra‘ Channel dan Ar Risalah Channel.

Dalam hal pemikiran, Al Buthi diang­gap sebagai tokoh ulama  Ahlus Sunnah  wal Jama’ah yang gencar membela kon­sep-konsep Madzhab yang Empat dan aqidah Asy’ariyah, Maturidiyah, Al Gha­zali, dan lain-lain.

Karena itulah beliau pernah berselisih dengan Syaikh Muhammad Nashiruddin Al Albani.

Ber­bekal pengetahuannya yang amat men­dalam dan diakui berbagai pihak, ia me­re­dam berbagai permasalahan yang tim­bul dengan fatwa-fatwanya yang ber­ta­bur hujjah dari sumber yang sama yang dijadikan dalil para lawan debatnya.

Ujar­an-ujaran Al Buthi juga menyejuk­kan bagi yang benar-benar ingin mema­hami pemikirannya.

Al Buthi bukan hanya seorang yang pandai di bidang syari’ah dan bahasa, ia juga dikenal sebagai ulama Sunni yang multidisipliner. Ia dikenal alim da­lam ilmu filsafat dan aqidah, hafizh Qur’an, mengua­sai ulumul Qur’an dan ulu­mul hadits de­ngan cermat.

Sewaktu-waktu ia melaku­kan kritik atas pemikiran filsafat materia­lisme Barat, di sisi lain ia juga melakukan pembelaan atas ajaran dan pemikiran madzhab fiqih dan aqidah Ahlus Sunnah.

Di era 1990-an, Al Buthi telah me­nam­pakkan intelektualitasnya dengan menggunakan sarana media informasi, seperti televisi dan radio.

Ini demi meng­usung pemikiran-pemikirannya yang ta­wassuth (menengah) di tengah gerakan-gerakan Islam yang bermunculan.

Sayangnya, kedekatannya dengan penguasa politik Suriah saat itu, Hafizh Al Assad, menjadi bumbu tak sedap di ka­langan pemerhati politik.

Namun kede­kat­annya itu juga menjadi siasat politik Suriah dalam menyokong perjuangan Hamas (Harakah Al Muqawamah Al Islamiyah) dalam menghadapi aneksasi Israel, sekalipun beberapa pandangan­nya bertolak belakang dengan gerakan-gerakan semacam itu.