Catatan dari Konferensi Pendekatan Mazhab Sunni-Syiah di Qatar

Usai sudah "Muktamar Internasional Pendekatan Antar Madzhab" yang digelar di Dhoha Qatar. Pada penutupan Forum Pendekatan Antar Madzhab, DR. Yusuf Al-Qaradhawi menegaskan bahwa gagasan untuk mendekatkan antara berbagai madzhab harus dilakukan dengan terus terang, tanpa basa basi.

Qaradhawi kembali meminta agar kelompok Syiah menyampaikan sikap secara terus terang dan jelas dalam masalah terkait penghinaan sejumlah sahabat Rasulullah saw. Karena menurut Qaradhawi, tak mungkin terjadi pendekatan antara Syiah dan Sunni, jika keyakinan Syiah masih terus menerus mencela para sahabat radhiallahu anhum. Qaradhawi juga meyinggung tentang proyek pensyi’ahan secara terorganisir yang terjadi di sejumlah lokasi yang dihuni orang-orang Sunni.

Hari pertama pertemuan di Dhoha Qatar itu, sempat diwarnai dengan perdebatan seru terkait perbedaan antara Sunni dan Syiah. Ini disebabkan ungkapan Qaradhawi yang meminta kelompok Syiah untuk menghentikan upaya mensyi’ahkan kaum Sunni dan memandang kaum Syiah kurang memiliki upaya untuk melakukan pendekatan dengan kelompok Sunni. Akan tetapi Sekjen Forum Internasional Pendekatan Antar Madzhab Islam yang berpusat di Teheran, Syaikh Ayatullah Taskheri, menolak anggapan adanya proyek pensyiahan kaum sunni. Ia malah mengangkat pemikiran lain tentang sikap Sunni yang hendaknya tidak lagi mengkafirkan orang Syiah.

Qaradhawi pada sambutan penutupan menyampaikan agar tidak ada basa basi dalam upaya mendekatkan antar madzhab Islam, utamanya Sunni dan Syiah. “Saya ingin pada forum pertama ini, adanya keterbukaan, keterusterangan. Tanpa ini kita tidak mungkin mencapai hasil yang diharapkan. Ide untuk mendekatkan antara madzhab ini pasti menghadapi tantangan berat. Karena itulah saya katakan kepada Syaikh Taskheri, sudah tutup saja organisasi Anda dan katakan kepada karyawan Anda, jika kita tidak bisa mendekatkan antara umat Islam.”

Terkait dengan pencelaan kaum Syiah terhadap sejumlah sahabat yang dimuliakan oleh kaum Sunni, Qaradhawi mengatakan, sulit terwujud pendekatan bila kaum Syiah masih tetap melanjutkan penghinaan terhadap sejumlah sahabat Rasulullah saw. “Tidak mungkin ada pendekatan antara orang yang mengatakan Umar radhiallahu anhu dengan orang yang mengatakan Umar la’anahullahu. Atau antara orang yang mengatakan Aisyah radhiallahu anha dengan orang yang mencaci dan menghinanya dengan tuduhan yang sangat keji…”

Qaradhawi melanjutkan, hendaknya kelompok Syiah juga menghentikan upaya pensyi’ahan yang dilakukan di sejumlah kelompok Sunni. Ia mengatakan tidak sependapat dengan jawaban Syaikh Taskhery yang menyebut bahwa upaya pensyi’ahan itu dilakukan secara individu tidak terorganisir. “Pensyi’ahan adalah program yang terorganisir dan juga dibiayai serta mempunyai program aksi sendiri, ” kata Qaradhawi.

Ketua Asosiasi Ulama Islam Internasional itu juga menyebutkan bahwa pendekatan antara Sunni dan Syiah membutuhkan kesepakatan tentang titik titik perbedaan prinsipil antara keduanya. Menurut Qaradhawi, masalah pendekatan yang harus dicapai bukan pendekatan antara pemahaman fiqih versi Sunni dan versi Syiah. “Ini tidak terlalu penting di sini. Tapi yang diinginkan adalah pendekatan yang dimulai pada masalah prinsipil dalam madzhab Sunni dan Syiah. Kita harus sepakat tentang sejumlah masalah yang bisa meghentikan aksi saling perang antara Sunni dan Syiah, ” ujar Qaradhawi.

Lebih tegas lagi Qaradhawi juga menyinggung tentang kondisi Sunni di Irak. Ia mengatakan, “Yang memiliki kunci masalah di Irak adalah orang-orang Iran.” Qaradhawi merencanakan mengirim utusannya ke Iran untuk membicarakan masalah Irak.

Dalam konferensi dialog antar madzhab Islam ini, hadir 216 orang utusan penting dari para ulama dan peneliti, termasuk menteri dari 44 negara. Diselenggarakan dengan kerjasama antara Universitas Al-Azhar di Kairo Mesir dan Forum Internasional Pendekatan Antar Madzhab Islam di Iran. Sementara itu, para ulama Iraq tegas mengatakan, “Tidak ada gunanya pendekatan antar madzhab bila tidak mempunyai efek yang menghentikan pertumpahan darah di Irak.” (na-str/iol)