Emara: Bahasa Arab Juga Merupakan Ancaman Bagi Israel

Profesor Muhammad EmaraSebagai komponen utama dari identitas bangsa Palestina dan sebagai bukti adanya link untuk tanah air Palestina, bahasa Arab selalu menjadi sumber keprihatinan bagi Israel yang telah lama terlibat dalam upaya non-stop untuk menghilangkan warisan non-Yahudi di negara mereka.

Pemerintah Israel dan masyarakatnya telah menyerukan upaya marjinalisasi bahasa Arab dan memaksakan bahasa Ibrani kepada 1,5 juta orang Arab yang tinggal di Israel, yang juga disebut Arab 1948, khususnya di bidang pendidikan. Bahkan, beberapa penelitian Israel menunjukkan bahwa siswa di sekolah Ibrani memandang rendah rekan mereka yang berbahasa Arab.

Sebagai bagian dari upaya berkelanjutan untuk membatalkan status resmi dari bahasa Arab di Israel, anggota Knesset Arye Eldad mengajukan RUU yang menyerukan untuk menghapus bahasa Arab sebagai bahasa kedua setelah bahasa Ibrani.

RUU Eldad, yang diedarkan di kalangan anggota Knesset untuk dikaji, mengusulkan bahwa bahasa Ibrani menjadi bahasa utama Israel sementara Arab, Inggris, dan Rusia menjadi bahasa sekunder. RUU itu memerlukan modifikasi dari dekrit kerajaan Inggris tahun 1922 yang menyatakan bahasa Ibrani dan Arab merupakan dua bahasa resmi utama di Israel.

Proposal Eldad tersebut sejalan dengan kebijakan Israel secara umum dan yang berkisar pada pemusnahan secara bertahap identitas bangsa Palestina, kata Profesor Muhammad Emara, seorang-Arab Israel.

"Dalam dua tahun terakhir, Knesset telah membahas beberapa proposal yang menegakkan identitas Ibrani dan penargetan penyingkiran bahasa Arab yang merupakan prioritas dalam hal ini," katanya AlArabiya.net.

Bahasa Arab, Emara menjelaskan, merupakan ancaman serius bagi identitas Yahudi dari sudut pandang pemerintah ekstrim kanan Netanyahu.

Menurut Emara, masalah tidak berhenti pada prosedur hukum, melainkan juga meluas ke tingkat rakyat paada saat permusuhan terhadap bahasa Arab telah sangat meningkat.

"Ada tekanan rakyat untuk menghapus tanda jalan dalam bahasa Arab atau hanya menulis transliterasi Arab dengan nama Ibrani. Juga, beberapa karyawan dan buruh mengalami pelecehan untuk berhenti berbicara dalam bahasa Arab selama jam kerja."

Emara memperingatkan bahwa jika RUU itu disetujui dan bahasa Arab menjadi tidak lagi menjadi bahasa komunikasi, tidak hanya identitas Palestina yang akan terancam, tetapi juga kehidupan sehari-hari orang Palestina yang tinggal di Israel, banyak di antara mereka yang tidak berbicara dengan bahasa Ibrani.

"Warga Palestina yang tidak tahu bahasa Ibrani tidak akan mencapai tujuan mereka karena mereka tidak akan dapat membaca tanda-tanda berbahasa Ibrani dan tidak akan dapat membaca dokumen resmi yang digunakan untuk menjangkau mereka dalam bahasa Arab. Mereka akan berada dalam kesulitan jika hal ini terjadi. "

Namun, Emara mengatakan dia berharap bahwa jika RUU itu disetujui, beberapa modifikasi akan dilakukan sehingga bahasa Arab tidak sepenuhnya dihilangkan.(fq/aby)