Fidel Castro: Zionis Israel Ancaman Bagi Negeri-Negeri Muslim

Mantan Pemimpin Cuba Fidel Castro melontarkan kecaman pedas pada Obama atas sikap diamnya terhadap agresi brutal Israel ke Jalur Gaza yang berlangsung selama 22 hari. Sementara, mantan perdana menteri Inggris yang menjadi utusan Tim Kwartet dalam konflik Israel-Palestina, Tony Blair, menegaskan bahwa Hamas harus diikutsertakan dalam upaya perdamaian.

Castro menilai kebijakan luar negeri AS tidak berubah dibawah pemerintah Obama yang saat berkampanye menjanjikan perubahan bagi AS. Karena Obama tetap melanjutkan kebijakan presiden AS terdahulu yang memberikan dukungan buta pada Israel.

Castro mengatakan bahwa Obama ikut terlibat dalam kejahatan perang yang dilakukan Israel di Jalur Gaza. Indikasi ini terlihat bukan hanya dari sikap diam Obama terhadap agresi brutal itu, tapi juga terlihat dari sikap Israel yang tiba-tiba menyatakan gencatan senjata sepihak tiga hari sebelum pelantikan Obama sebagai presiden AS ke-44. Apalagi setelah itu, Obama menegaskan akan tetap melindungi Israel.

Castro menambahkan, dukungan buta AS telah menjadikan negara Zionis Israel sebagai "negara yang bisa memiliki kekuatan nuklir" dan serta kekuatan militer yang bisa menjadi ancaman serius bagi semua negara Muslim.

Kuba adalah satu negara yang paling pertama mengecam agresi Israel ke Jalur Gaza dan menyebut agresi itu sebagai "genosida terhadap warga sipil Palestina."

Sementara itu, Tony Blair, utusan tim kwartet-tim perdamaian Israel-Palestina yang beranggotakan PBB, Uni Eropa, AS dan Rusia-menghimbau agar Hamas dilibatkan untuk mencapai perdamaian di Timur Tengah.

"Saya pikir, sangat penting bagi kita untuk menemukan cara agar Hamas dilibatkan dalam proses perdamaian. Tapi hal itu hanya bisa dilakukan jika Hamas siap dilibatkan dengan mematuhi ketentuan-ketentuan tertentu," kata Blair tanpa menjelaskan apa yang dimaksud ketentuan-ketentuan tertentu itu.

Ia mengatakan, dalam situasi seperti ini semua pihak harus diajak bicara dan negara Palestina kemungkinan bisa diwujudkan dengan melakukan perubahan di Tepi Barat. "Persoalan akan terjadi jika Anda berusaha untuk mengesampingkan Gaza. Situasinya akan lebih serius jika Anda membawanya ke tangan orang-orang yang memiliki kekuatan yang bisa meledak kapan saja," ujar Blair.

Ditanya apakah ia terkejut dengan kerusakan yang dilakukan Israel lewat agresinya di Gaza, Blair hanya menjawab, "Saya sudah sering bilang, kita perlu melakukan strategi yang berbeda dari yang sebelumnya dilakukan."

Meski demikian, dari beberapa wawancara di media massa, Blair tetap mendukung sikap Barat yang memaksa Hamas untuk mengakui Israel sebelum Hamas dilibatkan dalam proses perdamaian. Negara-negara Barat hanya mendukung Presiden Palestina Mahmoud Abbas di Tepi Barat, meski Hamas adalah pemegang tampuk kekuasaan yang sah di Palestina karena memenangkan pemilu di negeri itu. Negara-negara Barat lebih pro-Abbas, karena Abbas bersikap lunak dan mau bekerjasama dengan AS dan Israel. (ln/prtv)