Hamas Tolak Libatkan Pemantau Uni Eropa di Perbatasan

Delegasi Hamas yang dipimpin Khalid Mishaal meminta agar kontrol perbatasan Rafah dilakukan bersama antara Mesir dan Palestina tanpa melibatkan petugas pemantau dari Uni Eropa.

Kepala Biro Politik Hamas itu mengajukan persyaratan tersebut di hari kedua pembahasan masalah perbatasan dengan Mesir, yang digelar di Kairo. Hamas menolak keikusertaan pemantau Uni Eropa dalam pengelolaan perbatasaan Rafah karena para pemantau itu punya kekuatan untuk menghentikan tindakan Israel yang kerap menutup perbatasan secara sepihak.

Syarat lainnya yang dijukan Hamas dalam masalah kontrol perbatasan Rafah adalah, bahwa peran Palestina dalam pengelolaan perbatasan itu harus diputuskan berdasarkan kesepakatan antara Hamas dan otoritas pemerintah Palestina. Dalam mediasi itu, Hamas juga menyatakan menolak hak veto Israel yang bisa seenaknya menutup perbatasan.

Sejak hari Selasa kemarin, Mesir meningkatkan pengamanannya di perbatasan Rafah bersama-sama dengan pejuang Hamas. Media-media di Kairo melaporkan bahwa Mesir akan segera menutup perbatasan. Surat kabar al-Ahram menyebutkan bahwa pekan depan merupakan kesempatan terakhir bagi warga Palestina untuk kembali ke Ghaza.

Situasi di Jalur Ghaza masih belum berubah. Mahkamah Israel telah menyatakan mendukung kebijakan pemerintahnya untuk menghentikan pasokan bahan bakar dan listrik ke Ghaza, tak peduli akan kecaman dari dunia internasional dan organisasi-organisasi kemanusiaan yang mendesak Israel segara mengakhiri blokadenya atas warga Jalur Ghaza.

Sementara itu, hari Kamis (31/1) pasukan Israel membunuh seorang laki-laki Palestina di selatan Jalur Ghaza. Sumber medis dan saksi mata mengungkapkan, Mahmud al-Daalsah, 20, diidentifikasi sebagai anggota Brigade Martir al-Aqsa, gugur dalam baku tembak dengan pasukan Zionis di kota Rafah.

Dengan demikian, sejak konferensi "perdamaian" Israel-Palestina di Annapolis, Maryland, AS pasukan Zionis telah membunuh sedikitnya 145 warga sipil termasuk para pejuang Palestina. (ln/aljz)